"Tapi aku tidak bisa ada untukmu, Teja. Bukan karena aku tidak mau, tapi karena aku tidak tahu bagaimana caranya."
Teja hanya bisa melihat gadis itu pergi, meninggalkan segalanya---impian mereka, harapan, cinta.
Hari ini, tiga bulan sejak perpisahan itu, Teja masih sering bertanya-tanya apa yang salah. Ia duduk di kursi yang sama di kafe favorit mereka, berharap menemukan jawaban di balik aroma kopi dan hujan.
Sebuah suara yang familier membuyarkan lamunannya.
"Teja."
Ia menoleh, dan di sana Lestari berdiri. Wajahnya masih sama, tapi ada sesuatu yang berbeda. Ada ketenangan yang belum pernah Teja lihat sebelumnya.
"Lestari," katanya pelan, berdiri dari kursinya.
"Boleh aku duduk?" tanyanya, suaranya lembut.
Teja mengangguk. Mereka duduk berhadapan, seperti dulu, namun suasananya jauh berbeda.
"Apa kabar?" Lestari memulai percakapan.
"Baik," jawab Teja singkat. "Kamu?"