Mohon tunggu...
Fransisca Dafrosa
Fransisca Dafrosa Mohon Tunggu... Lainnya - Guru

saya orang yang sedang belajar menulis Fiksiana.Humaniora.Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Bahasa Indonesia di Era Flexing, Mengajarkan Literasi Bahasa kepada Generasi Alpha

29 Oktober 2024   10:32 Diperbarui: 30 Oktober 2024   09:30 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Pernahkah kita bertanya, bagaimana Bahasa Indonesia bisa tetap keren di tengah budaya 'flexing' dan jargon ala Gen Z dan Alpha?"

Seperti yang kita ketahui di zaman serba digital ini, tidak bisa dipungkiri bahwa gaya bahasa yang digunakan Generasi Alpha---generasi yang lahir di era media sosial, gadget, dan tren cepat berubah---sering membuat kita merasa seperti berbicara dalam dua dunia yang berbeda.

Berbagai istilah gaul dan ekspresi seperti "bestie," "flexing," "santuy," hingga "literally" masuk ke dalam keseharian mereka. Bahasa Indonesia sering kali tampak "kalah keren" dibanding bahasa gaul yang berasal dari bahasa asing atau media sosial.

Namun, apakah mungkin mengajarkan mereka mencintai Bahasa Indonesia tanpa menghilangkan cara mereka berekspresi?

Ini adalah tantangan besar bagi kita, baik sebagai orang tua, guru, maupun masyarakat yang peduli dengan kelestarian Bahasa Indonesia.

Lantas, bagaimana cara yang menarik dan efektif agar anak-anak Generasi Alpha bisa tetap mengekspresikan diri mereka, tetapi juga mencintai dan menghargai Bahasa Indonesia?

 1. Mengerti Budaya 'Flexing' dan Bahasa Anak Muda

Sebelum mengajarkan, pertama-tama kita perlu memahami dunia mereka. 'Flexing' adalah istilah populer yang mengacu pada aksi memamerkan sesuatu, baik barang, pencapaian, atau pengalaman tertentu.

Generasi Alpha yang terpapar media sosial sejak kecil memiliki kecenderungan untuk menggunakan istilah-istilah seperti ini sebagai cara mereka menunjukkan identitas diri. Ini bukan sekadar tren, melainkan juga bentuk komunikasi dan cara mereka terhubung dengan sesama.

Jika kita hanya menganggap ini sebagai bahasa "alay" atau "nggak bener," kita mungkin melewatkan kesempatan memahami anak-anak muda. Sebagai gantinya, kita bisa memanfaatkan fenomena ini untuk membangun jembatan komunikasi.

Dengan mengenal istilah populer mereka, kita bisa menyisipkan Bahasa Indonesia secara alami dalam konteks yang mereka pahami dan sukai.

 2. Kreatif dengan Bahasa: Membawa Bahasa Indonesia dalam Format yang Mereka Gemari

Salah satu kunci agar Generasi Alpha tertarik belajar Bahasa Indonesia adalah dengan menyajikannya dalam format yang menarik. Misalnya, konten visual seperti infografis dan meme bisa menjadi media yang efektif untuk mengajarkan kosakata baru atau penggunaan bahasa yang benar.

Menyajikan kata-kata yang sering disalahgunakan atau dicampur-campur dalam bahasa visual yang menarik bisa membantu mereka lebih mudah mengingat penggunaan yang tepat.

Platform seperti Instagram, TikTok, atau YouTube bisa menjadi wadah edukasi bahasa yang kreatif. Para pengajar atau pembuat konten bahasa bisa membuat tantangan seperti "#HariBahasaIndonesia" atau "#KataKita" yang mengajak anak muda mengunggah video singkat, kutipan, atau cerita menggunakan Bahasa Indonesia yang baik namun tetap asyik.

 3. Menciptakan Kelas Interaktif dengan Metode Gamifikasi

Metode gamifikasi atau penerapan unsur permainan dalam proses pembelajaran adalah salah satu cara yang terbukti efektif dalam meningkatkan minat belajar. 

Kita bisa menggunakan aplikasi atau platform digital untuk mengajarkan bahasa. Misalnya, membuat kuis kosakata atau permainan 'tebak kata' dengan kata-kata Bahasa Indonesia yang jarang digunakan namun menarik.

Anak-anak akan merasa seperti bermain game, tapi secara tidak langsung mereka belajar kosakata baru.

Di kelas, guru juga bisa mengadakan lomba membuat cerpen atau puisi singkat menggunakan bahasa yang kekinian tapi tetap santun dan sesuai dengan kaidah bahasa. Pemberian poin atau penghargaan pada setiap pencapaian kecil juga dapat memotivasi mereka untuk terus mengasah kemampuan bahasa.

 4. Menekankan pada Nilai dan Makna Bahasa Indonesia

Bahasa bukan sekadar alat komunikasi, tapi juga identitas. Mengajarkan Generasi Alpha bahwa menggunakan Bahasa Indonesia bukan berarti membatasi kreativitas mereka, melainkan menambah kedalaman makna dari apa yang mereka ungkapkan, adalah hal penting.

Dalam diskusi di kelas atau keluarga, kita bisa menyisipkan nilai-nilai tentang sejarah Bahasa Indonesia, pentingnya bahasa dalam menjaga kebudayaan, serta peran bahasa sebagai jati diri bangsa.

Guru dan orang tua bisa mengajarkan bahwa beberapa kata dalam Bahasa Indonesia memiliki keunikan makna yang tidak ditemukan di bahasa lain. 

Misalnya, kata "guyub," "luhur," atau "ngayomi" punya nuansa budaya yang lebih mendalam. Membahas istilah-istilah ini bisa menambah apresiasi mereka terhadap bahasa.

 5. Kolaborasi dengan Konten Kreator dan Influencer

Seiring meningkatnya ketertarikan Generasi Alpha pada dunia digital, kolaborasi dengan para konten kreator yang populer di kalangan mereka bisa menjadi strategi yang menarik.

Influencer yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan sehari-hari anak-anak muda dapat diajak untuk membuat konten kreatif yang menyisipkan Bahasa Indonesia.

Misalnya, sesi "kata keren Bahasa Indonesia," video sketsa singkat, atau tantangan membuat puisi dalam Bahasa Indonesia bisa menjadi ide menarik yang dapat mereka bagikan.

Kolaborasi ini bukan sekadar media promosi bahasa, melainkan juga sebagai bentuk penyadaran akan pentingnya penggunaan bahasa secara bertanggung jawab dan apresiatif. Influencer bisa menjadi contoh nyata bagi Generasi Alpha dalam memadukan bahasa gaul mereka dengan Bahasa Indonesia yang baik.

 6. Menggunakan Literasi Digital dalam Pembelajaran Bahasa

Literasi digital adalah kemampuan menggunakan teknologi informasi untuk menemukan, mengevaluasi, dan menciptakan informasi. Dalam konteks Bahasa Indonesia, literasi digital bisa membantu Generasi Alpha untuk lebih kritis dalam memilih dan menggunakan bahasa yang sesuai di platform digital.

Misalnya, mengenalkan istilah dalam Bahasa Indonesia yang memiliki makna mirip dengan kata-kata slang, seperti "legit" yang bisa digantikan dengan "asyik," atau "vibes" yang serupa dengan "suasana."

Membangun kemampuan literasi digital ini juga bisa membantu Generasi Alpha menghindari penyalahgunaan bahasa atau informasi yang kurang akurat. 

Mereka bisa diarahkan untuk mengidentifikasi kata-kata yang benar dan cara menggunakan bahasa dengan santun serta tepat dalam setiap konten yang mereka buat atau konsumsi.

 7. Menghargai Ekspresi Bahasa Mereka

Salah satu pendekatan yang dapat kita lakukan adalah dengan mengakui bahwa bahasa mereka---meski berbeda dari Bahasa Indonesia yang formal---adalah bagian dari kreativitas dan budaya yang terus berkembang.

Dengan menghargai gaya bahasa mereka, kita menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia bukan sesuatu yang "kuno" atau "kaku." Justru, kita bisa membantu mereka memadukan bahasa sehari-hari yang biasa mereka gunakan dengan kosakata Bahasa Indonesia.

Misalnya, saat mereka menggunakan kata "flexing," kita bisa menunjukkan padanan bahasa yang lebih sopan seperti "berbangga diri" atau "memamerkan," sambil menjelaskan kapan penggunaan kata-kata tersebut lebih tepat. Dengan demikian, mereka tetap bisa mengekspresikan diri tanpa harus meninggalkan identitas bahasanya.

 8. Menyediakan Lingkungan yang Mendukung dan Apresiatif

Terakhir, tidak kalah penting adalah menciptakan lingkungan yang mendukung penggunaan Bahasa Indonesia dengan apresiatif. Di sekolah atau di rumah, pujian untuk penggunaan Bahasa Indonesia yang baik bisa mendorong mereka untuk lebih sering menggunakannya.

Program seperti "Minggu Bahasa Indonesia" di sekolah yang menyisipkan kegiatan membaca buku berbahasa Indonesia atau menulis jurnal harian dalam Bahasa Indonesia bisa menjadi kegiatan yang memperkuat apresiasi mereka.

Mendorong anak untuk berpartisipasi dalam lomba karya tulis, pidato, atau puisi berbahasa Indonesia juga dapat meningkatkan rasa bangga mereka terhadap Bahasa Indonesia. Menjadi "aktif" dalam penggunaan bahasa ini bisa membantu mereka merasa lebih terbiasa dan merasa memiliki Bahasa Indonesia.

Bahasa Kita, Identitas Kita

Generasi Alpha tumbuh dengan tantangan yang unik, termasuk dalam dunia berbahasa. Mereka terbiasa dengan dinamika digital yang cepat, budaya global yang terus berubah, dan gaya hidup yang menuntut serba ekspresif.

Namun, di balik itu semua, mereka juga memiliki kesempatan besar untuk menjadi generasi yang tetap mencintai dan menghargai Bahasa Indonesia.

Mengajarkan Bahasa Indonesia kepada mereka adalah usaha yang menuntut kreativitas, pengertian, dan kesabaran. Namun, dengan pendekatan yang tepat, mereka bisa menjadi generasi yang tidak hanya bangga pada bahasa ibunya, tapi juga memahami bahwa bahasa adalah identitas yang menghubungkan mereka dengan sejarah, budaya, dan jati diri mereka sendiri.

Bahasa Indonesia adalah bagian dari kita, bagian dari bangsa ini, dan jika diajarkan dengan cara yang relevan dan menarik, Bahasa Indonesia akan tetap hidup dan berkembang bersama dengan Generasi Alpha yang penuh warna.

- salam satu bahasa, Bahasa Indonesia -

F. Dafrosa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun