Mohon tunggu...
Bekti Cahyo Purnomo Syah
Bekti Cahyo Purnomo Syah Mohon Tunggu... Penulis - Menulis adalah caraku melukis keindahan lewat rangkaian aksara manja tak bernyawa.

Penulis Freelance, bloger, Novelis, email; bekticahyopurnomo@gmail.com Ig/twitter, Yutube: @belajarbersamabisa fbgroup; Belajar Bersama Bisa dan Bebebs.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ulin Putri Meranti Delima (Bagian 1)

16 September 2018   09:56 Diperbarui: 7 Februari 2019   07:17 590
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

"Sampai ia berusia 18 tahun penting melindunginya, jangan sampai pengaruh jahat menguasai Ulin," kata  Sang Ratu memerintahkan pada  dua Panglimanya untuk menjaga Ulin. Seleksi alam semesta seperti ini jarang terjadi.

ilustrasi gambar (istimewa)www.m.inilah.com
ilustrasi gambar (istimewa)www.m.inilah.com
Walaupun Ulin belum bisa memahami akan semua itu. Yang ia tau Sang Ratu penguasa laut itu menyayanginnya. Cahaya putih terang itu masuk ke tubuh gadis kecil itu.

***
Angin berhembus menyapa, nyiur melambai-lambai. Ombak laut bergulung makin tenang seolah tersenyum dengan cahaya jinga merona di langit sana. Tanda senja pun tiba. Namun Ulin belum di temukan juga.

Alina yang sedari tadi mencarinya, kini tinggal lelah lemas terkapar tidak berdaya. Hatinya hancur pilu membiru putrinya entah hilang kemana.

"Apa yang harus aku katakan pada Rico dan Delima nantinya jika kita bertemu di alam sana? Aku bahkan tidak bisa menjaga peninggalan yang paling berharga dari mereka, " pekik Alina.

"Ayo kita pulang, besok pagi kita cari lagi,"  rayu Rahman  menenangkan
"Besok katamu? Tidak. Apapun yang terjadi kita harus menemukannya."
"Iya.. Aku tau. Setidaknya makanlah dulu atau minum air. Nanti kita cari lagi," balas Rahman seraya menuntun Alina menuju ke mobil untuk istirahat sebentar. Ia tau tubuh wantita itu sudah tidak memungkinkan lagi.

Sesampainya di mobil, waktu membuka pintu itu. Terlihat Ulin sedang tertidur pulas. Alina yang melihat itu langsung memeluk si cantik dengan erat. Hatinya yang sedari tadi sesak kini menjadi lega. Air mata yang menetes bukan lagi kesedihan namun kebahagiaan. Hampir-hampir saja ia putus asa di buatnya.

"Mama kenapa menangis?" tanya Ulin heran.
"Tidak sayang.. Ayuk kita pulang," balas lirih Alina yang tidak mau melepaskan pelukannya.

"Om Rahman kenapa ikut menangis?"
"Gak sayang... Mata Om tadi kemasukan pasir,'' ucapnya sembari mencium kepala gadis kecil berambut lurus itu.

"Kita seperti keluarga kecil yang bahagia,'' bisik Rahman di telinga Alina.
"Maumu kan, Man?" balas Alina mencebik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun