Mohon tunggu...
Enjang Sumantri
Enjang Sumantri Mohon Tunggu... lainnya -

rakyat biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Kisah Sebuah Kabupaten Bernama Subang

6 April 2017   12:47 Diperbarui: 21 Mei 2017   11:37 1724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Kisah Tiga Serangkai : Sama-sama berjuang, sama-sama bertikai, sama-sama masuk bui.

PDI Perjuangan merupakan partai politik yang menjadi pemain utama politik Kabupaten Subang sejak era reformasi. Adapn aktor utamanya adalah Eep Hidayat, mantan ketua DPC PDIP, mantan Ketua DPRD dan mantan Bupati. Berpasangan dengan Maman Yudia yang juga kader PDIP, Eep berhasil menjadi Bupati 2003-2008. Sementara jabatan Ketua DPRD dipegang Bambang Herdadi yang masih kader PDIP. Tiga serangkai dari satu partai inilah yang mengendalikan Subang sampai kemudian konflik segitiga mengakhiri persekutuan dan mengirim mereka bertiga satu persatu ke penjara. Kontelasi politik Subang hari ini banyak dipengaruhi konflik ketiga orang tersebut.

Bambang yang ketua DPRD menjadi orang pertama yang masuk bui tahun 2008 karena kasus penggelapan dana asuransi Anggota DPRD tahun 2004 dan divonis 1 tahun penjara. Bambang dikenal memiliki basis pendukung di wilayah pantura seperti Patok Beusi, Ciasem dan Pamanukan. Bambang sekarang aktif di partai Nasdem.

Maman Yudia merupakan orang kedua yang masuk penjara pada tahun 2011 ketika dia menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Barat periode 2009-2014. Maman didakwa 1 tahun penjara atas dugaan korupsi pengadaan dump truck saat masih menjabat wakil Bupati tahun 2008.

Berbeda dengan Bambang yang hari ini relatif sudah berdamai dengan Eep dan sama-sama di Partai Nasdem, perseteruan Eep dengan Maman sangat menguras energi dan menyita perhatian masyarakat Subang. Tampaknya, konflik diantara mereka akan terus berlanjut sampai ke liang kubur. Puncak dari konflik Eep dan Maman adalah di nonaktifkannya Eep dari jabatan Bupati oleh DPRD Subang beberapa bulan menjelang pilkada 2008 dan digantikan oleh Maman sebagai wakilnya. Mamanlah aktor utama dibalik aksi tersebut.  

Pada awalnya konflik Eep dan Maman masih bisa dijembatani oleh pimpinan partai di level Provinsi. Tetapi Eep yang menganggap bahwa Ketua DPD PDIP Jawa Barat Rudi Harsa dan jajarannya terlalu memihak Maman dan merasa konflik itu sudah tidak bisa terjembatani, memutuskan untuk maju pada pilkada 2008 dengan menggandeng orang lain, bukan Maman untuk menjadi calon wakil Bupati periode berikutnya.

Keputusan itulah yang membuat Maman menggalang dukungan dari Fraksi-fraksi di DPRD Subang untuk menonaktifkan Eep dengan argumen petahana harus mundur jika ingin maju lagi pada pilkada berikutnya. Eep yang maju terus dengan Ojang dengan hanya mengandalkan dukungan PDIP akhirnya berhasil memenangkan pilkada Subang 2008. Sementara Maman Yudia diselamatkan DPD PDIP Jawa Barat, menjadi anggota DPRD Provinsi.

Konferensi cabang PDIP Subang 2010 menjadi arena pertempuran ronde kedua bagi keduanya. Walau tidak begitu mengerikan sebagaimana Konferensi cabang tahun 2005, konferensi cabang 2010 berlangsung dalam situasi yang lumayan tegang. Ketegangannya ada di pertarungan diantara para pengurus kecamatan beberapa waktu sebelum pelaksanaan konfercab. Tetapi lagi-lagi Eep menang dan terpilih menjadi Ketua DPC PDI Subang. Sementara Maman Yudia lagi-lagi diselamatkan dengan menjadi salah satu pengurus PDIP Jawa Barat.

Sekitar Pilkada 2008

Pilkada Subang 2008 menjadi salah satu ajang pembuktian kehebatan perjudian politik Eep. Eep yang trauma dengan gangguan dari wakil Bupati yang punya kemampuan, kekuatan dan ambisi politik, lebih memilih calon wakil Bupati yang anti tesa dari sosok Maman Yudia. Sosok itu ada dalam diri ajudannya yang baru pindah beberapa waktu yang lalu, Ojang Sohandi. Ojang memenuhi kriteria yang ditetapkan Eep sebagai wakil Bupatinya. Pertama orang partai dan kedua bisa dikendalikan.

Sebagai Bupati petahana, Eep memiliki hak prerogatif untuk memilih sendiri calon wakil bupati yang dianggap bisa berkerjasama dengannya. Pertanyaan dan keberatan dari DPD dan DPP tentang sosok Ojang bisa dijawab Eep dengan dukungan Maruarar Sirait, salah satu ketua DPP dan anggota DPR RI dari dapil Subang. Maruarar atau Ara dikenal sebagai salah satu pelindung Eep sekaligus seteru musuh lama Eep, Rudi Harsa Tanaya, ketua DPD PDIP Jawa Barat. Eep pastinya telah lama mendengar ujar-ujar ‘seteru musuhku adalah kawanku’.

 Dari empat pasangan calon Bupati/wakil Bupati non petahana, hanya pasangan Imas-Primus yang diusung Golkar dan Demokrat yang dianggap pesaing berat Eep-Ojang. Imas dengan kendaraan politik Golkar merupakan salah salah satu tokoh yang memiliki basis pendukung kuat di kawasan Subang Utara atau pantura. Sementara Primus Yustisio yang diusung Demokrat dianggap masih memiliki aura keartisan yang bisa menjadi vote getter di wilayah Subang tengah dan selatan.

Riak-riak di internal PDIP Subang yang menganggu soliditas partai, ditambah tingkat popularitas dan elektabilitas pasangan Imas-Primus, membuat banyak kalangan internal partai menjadi pesimis dan menyalahkan Eep karena menggandeng Ojang yang sama sekali tidak memiliki kontribusi meraih suara. Pasangan Eep-Ojang akhirnya memenangkan pikada tersebut dengan meraih 34,10% suara, hanya unggul tipis dari pasangan Imas-Primus yang memperoleh 32,85 % suara. Untuk sementara Eep berhasil membuktikan bahwa kalkulasi dan keputusan politiknya benar. Kemenangan itu juga mengubur mimpi lawan-lawan politiknya diinternal partai yang akan mendesak penyelenggaraan muscablub jika Eep-Ojang kalah.

Mimpi Menjadi Gubernur

Keberhasilan Eep mengamankan jabatan Bupati untuk kedua kalinya dan mengamankan kunci rumah politiknya dengan menjadi Ketua PDI Subang, membuat Eep berani mematok target tinggi untuk menjadi Gubernur Jawa Barat dan kemudian menggantikan Rudi Harsa sebagai ketua DPD PDIP Jawa Barat.

Menjelang akhir tahun 2011, dua tahun sebelum pilgub Jawa Barat 2013, PDIP Jawa Barat merilis beberapa nama yang akan menjadi bakal calon Gubernur Jawa Barat yang rencananya akan diusung kader partai. Eep, Bupati Cirebon Dedi Supardi, Aang Hamid Bupati Kuningan, Gatot Tjahyono Pengurus PDIP Jawa Barat dan Rieke’Oneng’ Diah Pitaloka. Semuanya, kecuali Gatot memiliki peluang besar untuk diusung PDIP menjadi bakal calon.

Eep sendiri sebetulnya sudah mulai keluar keringat dingin karena mulai dibidik Kejaksaan Tinggi Jawa Barat atas dugaan korupsi Upah Pungut. Tapi Eep mencoba tetap (pura-pura) serius menggalang dukungan dan menunjukan ke internal partai dipusat dan ke dirinya sendiri, bahwa ia tidak bersalah dan kasus korupsi upah pungut hanyalah riak kecil yang bisa ia lewati dengan selamat.

Ara yang menjadi Ketua Umum Taruna Merah Putih (salah satu organisasi sayap PDIP) menjadi jembatan komunikasi Eep dengan Rieke yang merupakan Sekjen Taruna Merah Putih. Oneng yang mulai sering muncul di televisi dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR RI merupakan salah satu nama yang dianggap memiliki peluang lebih besar untuk diusung PDIP dibanding nama-nama lain. Eep yang bermaksud mengunci Oneng, mulai menyebarkan alat peraga kampanye yang memuat foto dirinya dan Oneng sebagai bakal pasangan calon Gubernur dan wakil Gubernur Jawa Barat pada pilgub 2013 nanti. Parahnya Oneng van oon tidak ngeh dengan tingkat keseriusan kasus upah pungut yang mulai membelit Eep. Tidak pernah ada kata keberatan atau protes dari Oneng terhadap Eep yang sebetulnya terburu-buru memasang alat peraga kampanye, sementara pilgub masih jauh.

Sayangnya mimpi indah Eep untuk meresmikan jalinan cintanya dengan Oneng dalam sidang Paripurna Istimewa DPRD Jawa Barat harus diakhiri. Kejaksaan Tinggi Jawa Barat malah membawa Eep ke sidang yang lain. Sidang pengadilan tipikor Bandung, bukan Sidang Paripurna Istimewa DPRD Jawa Barat. Sendirian, tidak bersama Oneng. Sementara Oneng pun gagal menjadi pengantin di Sidang Paripurna Istimewa DPRD Jawa Barat karena Ia dan Teten Masduki kalah suara dari pasangan petahana Ahmad Heryawan Dedi Mizwar di Pilgub 2013.

Runtuhnya Rezim Eep

Kasus upah pungut sebetulnya mulai disidik oleh Kejaksaan Negeri Subang sejak tahun 2008. Kelihaian Eep dalam ‘menangani’ kasus yang tersebut membuat pihak kejari Subang lemas tak berdaya dan kehabisan tenaga. Kejaksaan tinggi Jawa Barat yang pada tahun 2011 mengambil alih kasusnya, sampai menyusun strategi dan membentuk tim khusus untuk menangani Eep.

Entah apa ilmu yang dimiliki Eep sampai ia berhasil memobilisasi dukungan dari birokrat Subang untuk membangun front perlawanan bersama terhadap Kejati dan Mendagri. Demo para pendukung Eep yang sering digelar di halaman kantor Kejati Jawa Barat acapkali menampilkan para pejabat pemerintah Kabupaten Subang, wakil Bupati Subang dan bahkan Ketua DPRD Subang yang juga Sekretaris DPC PDIP Subang, Atin Supriatin, untuk berorasi dan menyemangati massa pendukung Eep. Yang konyol dan meyerempet-nyerempet makar adalah demo PNS Kabupaten Subang ke kantor Mendagri dan membuat surat pernyataan bermaterai yang mengancam penghentian pelayanan publik sebagai bukti pembelaan mereka terhadap Eep. Aksi itu betul-betul dilakukan meski tak berlangsung lama. Alun-alun kantor Bupati Subang pernah jadi tempat parkir seluruh mobil dinas pemerintah Subang yang mogok. Aksi ini menuai reaksi dan kecaman keras dari berbagai pihak, termasuk Mendagri.

Setelah beberapa kali berhasil menghindari proses penangkapan oleh Kejati, Eep akhirnya berhasil dihadapkan ke Pengadilan Tipikor Bandung dan lucunya dianugerahi vonis bebas. Antiklimaks bagi para pejabat Kejati yang berbulan-bulan dan kelelahan mengejar sang Bupati. Tetapi jagoan selalu menang belakangan kata orang. Jaksa KPK yang tidak puas, mengajukan kasasi dan dikabulkan oleh Mahkamah Agung dengan memvonis Eep hukuman 5 tahun penjara dan denda 200 juta rupiah serta membayar uang pengganti 2,5 milyar rupiah. Tamatlah sudah karir Eep sebagai Bupati dan digantikan oleh ajudannya Ojang Sohandi.

Mencoba Bertahan di Menit Terakhir

Seperti halnya Walikota dan Ketua PDIP Kota Bekasi Mochtar Muhammad, rekan seperjuangannya diluar dan didalam penjara dan tetangganya selama persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, Eep masih memimpin partai yang tengah bersiap menyongsong pilkada Subang 2013 dan pileg 2014 dari penjara. Eep masih memegang kendali dan kontrol atas kebijakan partai terutama dalam hal rekomendasi calon Bupati dan penentuan formasi daftar calon tetap DPRD Subang.

Eep yang masih menyimpan harapan dan prasangka baik terhadap Ojang ternyata kecele dan kecewa berat ketika Ojang malah mengajukan Bendaharan Golkar Jawa Barat yang pernah jadi lawan berat Eep pada pilkada 2008, Imas Ayumningsih sebagai calon wakil Bupati pada pilkada 2013. Eep berharap Ojang menggunakan hak prerogatifnya dengan memilih Nina, istri Eep, sebagai calon wakil Bupati. Eep masih menyangka bahwa Ojang seharusnya tunduk pada keinginannya. Karena jasa dan budi baik Eep, maka Ojang menjadi wakil Bupati bukan sekedar pejabat eselon IV. Sayangnya Eep tidak tahu bahwa Ojang sekarang, bukan Ojang yang dulu. Ojang sang Bupati sudah punya mimpi dan agenda sendiri.

Ojang telah menemukan kenyataan bahwa betapa aura politik Eep mulai luntur dan PDI Subang bukan hanya Eep. Disisi lain Eep tidak sadar bahwa ketidakhadirannya selama dipenjara membuat Ojang mendapatkan ruang bermanuver untuk memobilisasi kalangan partai agar mau mensukseskan agenda Ojang sang Bupati.

Hanya Atin Supriatin, Sekretaris DPC PDIP Subang sekaligus Ketua DPRD Subang loyalis Eep yang secara terbuka berani berdiri membela Eep habis-habisan. Tentu saja Atin harus membela Eep habis-habisan, karena dikalangan internal partai desas desus sekretaris lahir batin yang disandang Atin bukan hal yang rahasia. Sementara loyalis-loyalis Eep lainnya mulai menjaga jarak dari Eep dan Atin sambil berhitung ruang dan pilihan politik yang harus diambil karena angin politik mulai berubah arah.

Dengan mendapatkan dukungan dari klik Maman Yudia di Subang dan DPD PDIP Jawa Barat, Ojang memutuskan mengambil Imas sebagai calon wakil Bupati. Ojang memandang remeh ancaman Eep yang akan menjegal pencalonannya dengan jalan tidak mengeluarkan surat rekomendasi sebagaimana persyaratan yang diminta KPUD. Ancaman Eep memang tak berarti apa-apa karena tak lama kemudian ia dinonaktifkan dan diganti oleh pengurus PDIP Jawa Barat.

Sekoci Bernama Nasdem

Eep tampaknya sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk dan rencana-rencana akan berantakan. Ia yang mulai mengalami kesulitan mengendalikan Ojang dan partai selapas dari penjara menyiapkan istrinya menjadi calon Bupati Subang dari jalur perseorangan. Ia menggandeng loyalisnya yang paling setia Ketua DPRD Subang, Atin Supriatin untuk berduet dengan istrinya. Atin, dengan resiko dipecat dari partai karena pembangkangan akhirnya memilih maju dari jalur perseorangan berduet dengan Nina. Pasangan ini berbekal keyakinan mampu menggalang dan merebut suara PDIP Subang yang terpecah dan memenangkan pilkada. Pasangan ini ternyata hanya meraih 14,5 % jauh dibawah pasangan Ojang Imas yang meraih 54% suara. Perjudian politik Eep berakhir dengan pemecatan dirinya dan Atin dari keanggotaan partai akibat pembangkangan.

Salah satu yang membuat Eep mampu bertahan dalam gelanggang politik Subang sampai hari ini adalah karena ia selalu menyiapkan rencana cadangan. Naiknya Eep menjadi ketua Nasdem Subang bukanlah sebuah pilihan yang terpaksa diambil ketika karir politiknya di PDIP berakhir. Jauh hari sebelumnya ketika ia masih disibukan dengan kasusnya dengan kejati Jawa Barat dan Nasdem baru mendeklarasikan dirinya sebagai partai, Eep ikut menginisiasi pembentukannya dan menaruh ajudannya, Sandy sebagai Ketua Nasdem Subang. Hingga tak aneh jika Nasdem berdiri dibelakang pasangan Atin Nina pada pilkada 2013 yang lalu.

Nasdem menjadi sekoci Eep dan beberapa kader PDIP yang loyal terhadap dirinya untuk meneruskan kiprah politiknya di Subang, walau ia sementara ini harus rela untuk tidak menjadi aktor utama. Keberhasilan Nasdem meraih 3 kursi di DPRD Subang tak bisa disangkal lagi merupakan karya Eep.

Hal ini bisa dilihat dari perolehan jumlah kursi PDIP di DPRD Subang yang hanya 10 kursi. Sementara fenomena Jokowi berhasil mendongrak perolehan suara dan kursi PDIP diwilayah-wilayah lain, Subang malah berbeda. Perolehan kursi DPRD PDIP Subang yang berkurang drastis dari 14 kursi hasil pileg 2009 menjadi 10 kursi pada pileg 2014. Apalagi kalau bukan faktor Eep.

Ojang Jatuh

Walau sudah tidak menjabat sebagai Bupati, Eep diyakini masih memiliki jaringan dan pengaruh dalam birokrasi Subang. Terjerembabnya Ojang dipercaya oleh banyak pihak sebagai bukti pembalasan dendam Eep terhadap Ojang sang anak durhaka. Eep bagaimanapun masih memiliki mata dan telinga untuk mengetahui apa yang terjadi didalam birokrasi Subang. Kemampuan Eep dalam mengumpulkan dan mengelola informasi ini membuat agenda balas dendam Eep terhadap Ojang hanya masalah waktu.

Selain faktor Eep, ketidakmampuan Ojang dalam mengelola kekuasaannya sebagai Bupati untuk mengatur dan membagi kue jabatan dikalangan birokrat mempermudah upaya Eep dalam mengumpulkan informasi dari kelompok yang tersingkir. Ojang terlihat terlalu dalam dan kentara terlibat dalam pertarungan kelompok-kelompok yang ada di birokrasi Subang. Latar belakangnya yang lulusan IPDN membuat Ojang cenderung memberikan kemudahan bagi lulusan IPDN lainnya untuk menduduki jabatan-jabatan yang lebih tinggi tanpa terpikir untuk membagi kue jabatan di birokrasi dengan kelompok lain, untuk menarik dukungan mereka.

PDIP Pasca Ojang

Kalangan internal partai menilai bahwa kasus yang menimpa Ojang, ketua DPC PDIP, tidak akan menurunkan perolehan suara PDIP karena Ojang tidak memiliki kaki dan mengakar dikalangan massa PDIP. Itu ada benarnya. Tetapi bagaimana dengan elit PDIP yang akan tersingkir jika Maman Yudia, sekretaris PDIP Subang dan musuh bebuyutan Eep yang mengambil alih kendali partai ?

Maman yang memiliki sejarah panjang sebagai kader PDIP Subang tentu memiliki basis pendukung yang luas dan secara bersamaan memiliki musuh yang banyak. Jika Maman mau sabar dan rajin membangun komunikasi dengan elit-elit partai lain yang berbeda garis dengannya, maka jabatan Ketua DPC bisa dalam genggamannya dan meneruskan pertarungan babak keduanya dengan Eep dalam ruang politik yang berbeda dan posisi yang setara. Dan ada Tapinya.

Runtuhnya Rezim Rudi Harsa Tanaya, ketua PDIP Jawa Barat, membuat Maman tidak punya pelindung di PDIP Jawa Barat. Tb Hasanuddin ketua PDIP Jawa Barat yang baru relatif berhasil menghancurkan klik Rudi dan Pemuda Demokratnya. Ini bisa dilihat dari komposisi kepengurusan PDIP Jawa Barat terbaru yang hampir tidak menyertakan orang-orangnya Rudi, termasuk Maman. Tapi paling tidak ada dua tokoh lain yang di PDIP Subang yang memiliki peluang yang relatif sama dengan Maman untuk menjadi tokoh utama PDIP Subang diarena Pilkada 2018 dan Muscab 2020. Ating Rusnatim dan Beny Rudiono.

Ating Rusnatim, pernah dikenal sebagai orangnya Eep. Tetapi mulai menjaga jarak dari Eep tak lama setelah pilkada 2008. Walaupun memiliki nama dan jaringan di internal partai, tetapi belum terlalu dikenal oleh masyarakat Subang. Yang tersisa tinggal Beny Rudiono, Ketua DPRD Subang saat ini menjadi sosok yang bisa diandalkan kedepan untuk maju dalam pilkada 2018. Kendali DPC PDIP Subang akan ditentukan dari siapakah kader partai yang diusung dan menang pada pilkada 2018. Jadi pemilihan calon Kepala Daerah yang akan diusung partai pada pilkada 2018 ini akan seru dan jika calon itu menang pada pilkada 2018, kendali partai dipastikan jatuh ketangannya.

Subang Pasca Ojang dan tokoh-tokoh Alternatif

Ojang yang bukan siapa-siapa tidak pernah berada dalam garis edar elit politik Subang, hadir secara tiba-tiba dan dipastikan lenyap dengan tiba-tiba. Ia akan dilupakan dan dihitung dalam konstelasi politik Subang ke depan.

Imas dan Golkar

Adalah sosok wakil Bupati Subang, Imas Ayumningsih yang dipastikan akan menjadi Bupati menggantikan Ojang. Usianya yang sudah 64 tahun menjadi salah satu alasan bahwa umur politiknya tidak akan bertahan lama. Imas belum tentu diusung Golkar pada pilkada 2018 nanti. Jabatannya sebagai mantan bendahara Golkar Jawa Barat didapat dari loyalitasnya sebagai orangnya Yance, Ketua Golkar Jawa Barat sebelum Dedi Mulyadi. Terpilihnya Dedi ini menjadi titik balik yang tidak menguntungkan bagi kelompok Ali Hasan dan Soksi. Imas yang menjabat ketua Soksi Subang sebetulnya tak nyaman dengan Rumanda Ketua Golkar Subang saat ini. Majunya Imas sebagai wakil bupati yang diusung Golkar Subang diyakini karena tekanan Yance dan Ali Hasan terhadap Rumanda. Jadi posisi Imas pada pilkada 2018 belum bisa dikatakan aman. Ketika Yance dan kelompok Soksi tidak lagi memegang kendali Golkar Jawa Barat, maka posisi Imas bisa dikatakan goyah.

PKS

Keberhasilan PKS meraih 7 kursi di DPRD Subang merupakan kejutan dengan melihat peta demografi dan struktur sosial ekonomi masyarakat Subang. Adalah sosok Agus Masykur tokoh dibalik pencapaian kesuksesan yang diraih PKS Subang. Agus sempat digadang-gadang menjadi penantang serius Ojang-Imas pada pilkada 2013 lalu. Tetapi pasangan Agus Masykur-Asep Rochman yang diusung PKS-PAN hanya meraih suara 14% dan berada di peringkat ketiga. Kesalahan PKS Subang tampaknya adalah memasang target terlalu tinggi dengan menempatkan Agus Masykur sebagai Bupati. Jika PKS berani menurunkan target menjadi wakil Bupati dan menggandeng Partai Demokrat, bisa jadi perolehan suaranya nya tidak separah itu.

Agus Masykur relatif muda, berusia 44 tahun dan 3 kali berturut-turut menjadi anggota DPRD Subang. Jabatannya sebagai ketua PKS Subang telah berakhir dan digantikan oleh Totong Munandar. Posisi Agus tentu saja berada dalam bahaya karena Totong dan Agus tidak berasal dari barisan yang sama. DPW PKS Jawa Barat ternyata lebih memilih Totong dibanding Agus pada Musda PKS Subang yang lalu. Tapi posisi Agus sebagai sebagai Wakil Ketua DPRD masih aman.

Agus Masykur masih menjadi sosok yang paling populer dan lebih memungkinkan untuk diusung PKS Subang pada pilkada 2018 nanti. Jika Agus jadi diusung oleh PKS Subang, persoalan berikutnya adalah mencarikan Agus pasangan yang sepadan dan sikap luwes dari PKS agar mau bernegosiasi dan tidak memasang target terlalu tinggi.

Nasdem

Nasdem akan diuntungkan dengan riak-riak di internal PDIP pasca Ojang. Jika Maman memegang kendali atas PDIP, maka Maman pasti akan melakukan pembersihan untuk menyingkirkan orang-orang yang pernah satu kubu dengan Eep dalam konflik dengannya dulu. Tanda-tanda itu sudah mulai terlihat dengan pernyataan Eep untuk menyediakan tempat di Nasdem bagi orang-orangnya yang sudah merasa mulai disingkirkan. Walaupun bisa saja pernyataan Eep tersebut dilatarbelakangi dendam karena pemecatan dirinya dari partai.

Nasdem juga akan diuntungkan dengan riak-riak Golkar Jawa Barat yang pasti berimbas ke Golkar Subang. Pudarnya pengaruh Ali Hasan dan Soksi Jawa Barat di kepengurusan Dedi Mulyadi nanti juga akan berimbas pada posisi Imas dan Soksi Subang.

Perolehan suara yang hanya 14% pasangan Atin dan Nina pada pilkada 2013 yang lalu diyakini karena faktor Eep yang tidak bisa secara terbuka dan full power untuk turun menggalang dukungan bagi pasangan ini. Eep masih mempergunakan jabatan ketua DPC PDIP Subang untuk mencoba menyelamatkan kawan-kawannya dalam DCS/DCT pileg 2014. Pilkada 2018 nanti hasilnya bisa sangat berbeda jika Eep leluasa terjun ke gelanggang tak peduli siapapun yang akan diusung.

Tetapi tiga kursi hanya akan membuat Nasdem cuma menjadi pemain figuran dalam pilkada 2018. Kondisi ini tentu tidak dinginkan Eep. Jika Eep mampu membangun isu yang memperuncing konflik internal PDIP dan Golkar jauh-jauh hari sebelum pilkada, kemudian bisa menjadikan Nasdem sebagai tempat suaka bagi mereka, maka Nasdem bisa menjadi pemain penting dalam pilkada 2018 nanti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun