Mohon tunggu...
Bayu Imantoro
Bayu Imantoro Mohon Tunggu... Dosen - Pelajar

masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Money

Hukum Riba dan Bunga Bank Antara Pendapat yang Mengharamkan dan Membolehkan Serta Solusi Berpegang Pada Pendapat Jumhur Ulama

1 Juni 2010   10:21 Diperbarui: 4 April 2017   17:56 4065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

HUKUM RIBA DAN BUNGA BANK
ANTARA PENDAPAT YANG MENGHARAMKAN DAN MEMBOLEHKAN SERTA
SOLUSI UNTUK BERPEGANG PADA PENDAPAT JUMHUR ULAMA

Oleh: Bayu Imantoro, S.H.

A. Hukum Riba

Hukum Islam meliputi semua aspek kehidupan kaum muslim, seperangkat kewajiban dan praktik ibadah, shalat, tata krama dan moral, perkawinan, pewarisan, pidana, dan transaksi komersial. Dengan kata lain, hukum Islam meliputi banyak aspek yang dalam tradisi lain tak akan dianggap sebagai hukum. Oleh karena itulah, sebagai hukum yang suci, hukum Islam mengandung inti keimanan Islam itu sendiri.[1] Ibnul Qoyyim -rahimahullah- berkata: "Islam adalah mentauhidkan Allah, beribadah kepada Nya saja, dan tidak ada sekutu bagi Nya, iman kepada Allah dan Rasul Nya, dan mengikuti apa yang beliau bawa. Jika seorang hamba tidak melaksanakan hal ini, maka ia bukan Muslim. Bila ia bukan kafir mu'anid (kafir pembangkang) maka dia kafir jahil (kafir karena bodoh). Status minimal thabaqah (tingkatan) ini adalah mereka itu orang-orang kafir jahil yang tidak mu'anid, dan ketidak ‘inad (pembangkangan) mereka tidak mengeluarkan mereka dari status sebagai orang-orang kafir."[2]

Allah Ta'ala berfirman, yang artinya:

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaithan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Allah telah menghalalkan perniagaan (jual-beli) dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datangnya larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang senantiasa berbuat kekafiran/ingkar, dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal shalih, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Rabbnya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya."(Q.S. Al-Baqarah: 275-279)[3]

Prof.Dr.Yusuf Al-Qaradhawi dalam pengertian riba mengatakan bahwa sesungguhnya pegangan ahli-ahli fiqh[4] dalam membuat batasan pengertian riba dalah nash (teks) Al-Qur'an itu sendiri. Ayat di atas menunjukkan bahwa sesuatu yang lebih dari modal dasar adalah riba, sedikit atau banyak. Jadi, setiap kelebihan dari modal asli yang ditentukan sebelumnya karena semata-mata imbalan bagi berlalunya waktu adalah riba. Batasan riba yang diharamkan oleh Al-Qur'an itu sebenarnya tidak memerlukan penjelasan yang rumit. Karena tidak mungkin Allah mengharamkan sesuatu bagi manusia, apalagi mengancam pelakunya dengan siksa yang paling pedih, sementara bagi mereka sendiri tidak jelas apa yang dilarang itu. Padahal Allah telah berfirman,

"Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba." (Q.S. Al-Baqarah: 275).[5]

Prinsip perbankan Islam adalah menjauhkan riba dan menerapkan sistem bagi hasil dan jual beli. Ditinjau dari bahasa Arab, riba bermakna: tambahan, tumbuh, dan menjadi tinggi.[6] Menurut ensiklopedi Islam Indonesia, Ar-Riba makna asalnya ialah tambah, tumbuh, dan subur. Adapun pengertian tambah dalam konteks riba ialah tambahan uang atas modal yang diperoleh dengan cara yang tidak dibenarkan syara', apakah tambahan itu berjumlah sedikit maupun berjumlah banyak, seperti yang diisyaratkan dalam Al-Qur'an.[7] Sedangkan dalam bahasa Inggris, riba sering diterjemahkan sebagai "usury" yang artinya dalam The American Heritage Dictonary of the English Language, adalah:

a. the act of lending money at an exorbitant or illegal rate of interest;

b. such of an excessive rate of interest;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun