Sudah lama di kampung Tingkir tidak terdengar kabar tentang Topik seorang pemuda pengangguran tukang buat onar, pemabuk dan pencuri barang milik tetangganya sendiri.Â
Bertahun-tahun semenjak Topik diusir beramai-ramai oleh warga kampung yang sudah muak dengan ulahnya. Tidak tahu minggatnya Topik kemana. Orang tuanya tidak memperdulikan lagi kemana anak keduanya itu pergi. Kini ke dua orang tuanya tinggal bersama adik bungsunya novi.
Setelah hampir 7 tahun, ketenangan malam di kampung Tingkir sedikit terganggu dengan suara mobil yang memasuki lingkungan kampung.Â
Mobil SUV itu berderum menandakan besarnya kapasitas mesin yang dimiliki. Orang-orang kampung Tingkir lantas mendatangi asal muasal suara tersebut. Mobil itu berhenti di depan rumah orang tua Topik. Orang-orang lantas penasaran siapa orang yang mengendarai mobil itu.Â
Setelah pengendara mobil itu membuka pintu mobil dan keluar maka tampaklah Topik yang dikenal oleh penduduk kampung Tingkir. Orang-orang yang berkerumun mulai berbisik-bisik satu sama lain tentang Topik yang sekarang datang membawa mobil ini.Â
Novi adek Topik yang ikut berkerumun tadi juga memanggil kakak laki-lakinya itu "Mas Topik" kata novi. "Eh Novi sudah besar ya sekarang" kata Topik sambil berjalan kearah novi. Setelah novi mencium tangan kakanya mereka berdua lantas menuju rumah sederhana milik orang tua mereka tanpa memperdulikan orang-orang yang dari tadi berkerumun itu.
Di dalam rumah, tidak ada kata-kata dari ke empat orang yang duduk diruang tengah. Mereka semua membisu. Lantas kebisuan itu dipecahkan oleh suara ibu si Topik "Ingin minum apa Le?" tanya orang tua itu. "Teh saja Bu" kata Topik. "Bagaimana kabarmu Pak?" tanya Topik pada ayahnya. "Hemm" gumam bapaknya enggan menjawab. Pikirannya masih campur aduk karena mengingat peristiwa-peristiwa yang telah lalu.
"Mau makan apa le?, ini ibu hanya masak kangkung sama tahu." Tanya Ibunya. "Sudah bu ndak usah, aku sudah makan sebelum kesini." Kata Topik."Harta kita tidak mungkin ga pantas buat anak kita bu." Kata bapaknya lagi dengan nada berat. Topik hanya diam saja mendengar perkataan bapaknya.Â
"Jangan gitu pak, Topik ini anak kita" kata Ibunya. "Iya anak yang mencoreng nama orang tuanya." Tegas bapaknya dengan suara semakin tinggi dan nafas yang cepat. "Sudah lah bu, aku tidak lama disini. Aku mau nengok bapak, ibu dan novi. Sebentar lagi aku mulai bekerja lagi. Semoga bapak dan ibu sehat semua."Â
Kata topik sambil berdiri. Tangannya diulurkan kepada Bapaknya tetapi yang diajak bersalaman hanya menolehkan kepala. Tangan topik beralih ke Ibunya dan ibunya menyalami anak laki-lakinya itu sambil menangis. Tidak dapat dibayangkan sudah lama tidak bertemu tetapi suasanya tidak mengenakkan.
Ketika melangkahi pintu rumah itu bapaknya mengatakan "besok jangan masuk rumah ini jika masih bawa barang harammu." Bapaknya melotot kearah punggung anaknya yang pergi menjauh dan menghilang dari pandangan setelah novi menutup pintu itu. Kelam suasana hati orang di rumah itu setelah kepergian Topik.
Ternyata kedatangan Topik malam itu telah meninggalkan cerita bagi warga kampung. Banyak desas desus yang berhembus tentang kondisi Topik yang sekarang bisa pulang dengan membawa kampung. Banyak yang percaya bahwa Topik kembali melakukan kejahatan seperti pencurian bahkan mungkin telah meningkat melakukan hal yang lebih jahat. Tapi paling hangat adalah perkataan dari Marto, dia adalah pembantu dari Darman.Â
Marto adalah orang asli kampung situ, dia dan istrinya bekerja kepada Darman sebagai pembantu yang bertugas dari urusan rumah tangga hingga membantu pekerjaan di sawah dan ladang.Â
Marto mengatakan bahwa dia pernah menjumpai Topik beberapa waktu yang lalu keluar dari lokasi Gunug Bungkus. Nama Gunung Bungkus bukan nama yang asing bagi orang-orang di kampung itu bahkan di kabupaten itu.Â
Gunung Bungkus yang lokasinya 250 km dari kabupaten itu adalah lokasi pemujaan bagi orang yang mencari kekayaan lewat jalan pintas. Mereka minta bantuan pada dayang Gunung Bungkus bernama Hantaboga yang berwujud ular dengan syarat dan pengorbanan tertentu.
Omongan Marto lantas menyebar keseluruh penjuru desa, dan sampailah kepada Bapak si Topik. Mendengar itu Bapak si Topik datang ke rumah Marto dengan emosi, "Marto, Marto keluarr." Kata Bapak si Topik.Â
Marto keluar pintu rumah dengan tegang "Ada apa kang" kata marto menyahut sang tamu. "Apa maksudmu mengatakan anakku Topik mencari pesugihan?" gertak Bapak si Topik. "Sumpah kang aku lihat sendiri anakmu Topik keluar dari lokasi Gunung Bungkus 2 tahun yang lalu" kata Marto."Apa kang Pardi ga lihat sendiri anakmu Topik ketika pulang?Â
Dari mana dia punya mobil kalau tidak dari cara haram seperti itu? Sedangkan dia pergi dari sini hanya modal celana kolor dan baju." Kata marto lagi. Mata bapak si topik melotot ke marto. Isi kepalanya berputar-putar mencari hubungan peristiwa demi peristiwa. "coba kang besok dilihat kalau topik datang lagi, karena biasanya pengikut pesugihan itu memiliki ciri khusus dibadannya" kata marto meyakinkan. Setelah mendengar itu Bapak si topik pulang ke rumah masih dengan kemarahan.
Setelah itu topik tidak muncul lagi sampai dengan 4 purnama kemudian, dia datang lagi ke kampung itu pada malam hari. Suara mobilnya menarik perhatian novi yang kemudian membuka pintu rumah menyambut kakanya. Tapi malam itu terjadi perdebatan panjang antara Topik dan ayahnya.Â
Hal tersebut berkaitan dengan asal muasal harta yang diperoleh Topik. Bapaknya tidak mempercayai Topik bahwa harta yang dimiliki itu berasal dari harta yang halal sedangkan cerita topik sendiri kurang begitu masuk akal bagi ayahnya. Akhirnya mereka bertengkar lagi seperti lima tahun yang lalu. Sang ayah semakin curiga karena Topik tidak mau membuka jaketnya walaupun di dalam rumah terasa sangat panas dan pengap.Â
Sang ayah semakin teringat omongan Marto bahwa setiap orang yang memuja pesugihan Gunung Bungkus pasti memiliki ciri khusus dibadannya. Karena semakin jengkel maka kembali si ayah meminta Topik untuk segera pergi sebelum kehilangan kendali. Maka Topik segera melangkah keluar dari rumah itu. "Aku tidak sudi memiliki anak yang menjadi pemuja setan" Kata ayah kepada Topik. Topik terus berjalan tanpa memperdulikan apa-apa lagi.
Entah kebetulan entah tidak, keesokan harinya suara kentongan bertalu-talu. Suara itu menjadikan pertanda bahwa ada yang meninggal malam itu. Andi anak dari heru meninggal dunia tadi malam. Â Dia ditemukan dalam kondisi tubuh terdapat tanda menghitam seperti terjerat tali besar.Â
Tetapi ketika tubuh andi dimandikan orang yang memandikan menjadi muntah karena tubuh andi mengeluarkan bau yang sangat amis dan terdapat bekas sisik ular menancap di tubuh anak kecil itu. Orang-orang lantas ramai tentang peristiwa itu, dari mulut ke mulut tersiar kabar bahwa andi telah menjadi korban dan tumbal pesugihan siluman ular. Orang-orang lantas menghubung-hubungkan kedatangan Topik tadi malam dengan peristiwa itu. Mendengar hal tersebut ibu topik lantas mengurung diri di rumah sedangkan bapaknya mencak-mencak.
Setelah ramai kematian andi selang 40 hari kemudian terjadi kematian lagi pada warga lain. Hana yang merupakan anak perawan dari keluarga herman juga meninggal dengan tanda-tanda yang sama. Tubuhnya berbau sangat amis dengan bekas luka menghitam seperti di belit ular.Â
Mendengar hal tersebut warga desa langsung menggeruduk rumah keluarga bapak Topik setelah selesai menguburkan hana. "Kang Pardi bagaimana ini tanggung jawabmu?" kata herman dengan wajah memerah bercampur antara kesedihan dan kemarahan. Yang ditanya hanya diam saja, Kang Pardi hanya berdiri di ambang pintu rumah menghadapi banyak warga yang mengepung rumahnya. Ketika ribut-ribut terjadi itu tiba-tiba disusul kedatangan mobil yang dikendarai Topik. Orang-orang yang semula mengerubungi rumah kang pardi lantas berbalik arah mengepung mobil Topik.
"Kamu waktu itu lebih baik segera dilenyapkan saja. Kami menyesal telah membiarkan kamu tetap hidup sehingga berbuat seperti ini." Kata seorang warga desa sambil mengacungkan golok ke arah topik yang masih di dalam mobil tertutup kaca. Ketika warga sudah mulai rusuh dan mendobrak-dobrak mobil itu, muncul pak Kades dan seorang babinsa menenangkan warga. Topik kemudian dibawa menuju balai desa oleh orang-orang itu sedangkan kang pardi sebagai bapaknya hanya diam saja.
Di balai desa warga desa memaksa kepada kepala desa dan babinsa untuk menghukum Topik atas kematian andi dan hana. Tetapi mereka gagal ketika diminta untuk membuktikan bagaimana cara topik membunuh andi dan hana sedangkan waktu kejadian dia tidak berada di desa itu. "Itu ulah pesugihannya Pak" kata seorang warga desa.Â
"Bagaimana caranya membuktikan, kang halim bisa membuktikan di kantor polisi nanti." Kata pak kades ke kang halim. Yang ditanya hanya diam saja. "Pak orang yang melakukan pesugihan pasti dibadannya ada cirinya pak" kata marto lagi. "Baik kalau begitu silahkan mas Topik buka bajunya untuk membuktikan sama warga desa bahwa mas Topik ini bener-bener melakukan pesugihan atau tidak." Kata pak kades. "baik pak, walaupun saya tidak mau memperlihatkan ini" kata topik sambil berdiri.
Topik berdiri sambil membuka kancing bajunya di depan orang-orang. Setelah baju telah terbuka terdapat bekas luka besar di tubuh topik. Warga desa kaget dan terperangah bagaimana topik mendapatkan luka sebesar itu. "ini adalah luka waktu saya bekerja di tambang di kalimantan, lubang tambang yang aku gali runtuh dan aku tertimbun batu besar." Kata topik. Akhirnya kecurigaan warga yang tanpa dasar itu tidak dapat dibuktikan.Â
Walaupun begitu masih banyak yang mempercayai bahwa ini adalah ulah pesugihan yang dibawa oleh topik ke kampung itu. Akibat dari itu, keluarga kang pardi dijauhi oleh orang-orang. Novi menjadi tidak bisa bermain seperti biasa dengan teman sebayanya. Orang-orang tua melarang anak-anaknya untuk bermain dan bergaul dengan novi. Hidup keluarga kang pardi hanya di rumah dan di ladang.
Waktu berlalu tapi tetap saja setiap 40 hari sekali pada hari selasa kliwon atau sabtu kliwon selalu terjadi kematian ganjil dari warga desa. Tekanan kemarahan warga kepada keluarga kang pardi bukannya semakin kendur tetapi semakin kencang.Â
Warga bahkan semakin mengucilkan keluarga tersebut, bahkan ada yang sampai mengencingi atau membuang kotoran manusia ke rumah kang Pardi.Â
Kang pardi hanya bisa pasrah sedangkan istri dan anaknya hanya bisa menangis setiap hari. Hingga pada suatu hari kang pardi yang tidak dapat memejamkan mata. Kebetulan waktu itu adalah malam sabtu kliwon. Dia bertekat untuk begadang untuk melihat seperti apa jahanamnya malam itu mengingat selalu ada kematian pada malam-malam seperti itu. Warga desa tidak ada yang berani beranjak dari rumahnya.Â
Kampung Tingkir tak ubahnya seperti kampung mati pada malam itu. Hanya terdengar suara hewan malam. Tiba-tiba saja kang pardi mendengar suara anjing melolong panjang, "anjing siapa itu?, tidak ada warga kampung yang memelihara anjing." Kata kang Pardi. Kang pardi lalu meninggalkan peraduan dan bergegas keluar rumah.
Dalam keremangan malam kang Pardi menyusuri jalan kampung untuk mencari sumber suara anjing tersebut. Kang pardi meneruskan langkah menuju ke sebuah belik (sumber mata air) yang menurutnya suara anjing itu berasal dari situ. Tapi langkahnya terhenti, dia melihat sesosok bayangan hitam juga berlari menuju arah sana. Pelan-pelan dia melangkah menuju tempat itu dan bersembunyi di balik rimbunya semak pohon the hutan.Â
Dari sana dia memperhatikan gerak gerik sosok tersebut yang berdiri di pinggi belik yang dinaungi pohon beringin besar. Ketika sinar bulan purnama menerobos sela-sela dedaunan tampaklah sosok itu.
Kaget kang pardi mendapati bahwa yang berdiri disana adalah anak lelakinya. Jantungnya berdegup dengan kencang seakan meminta dirinya menerkam anaknya sang biang keonaran dan kesengsaraan. Tapi niatnya diurungkan karena dari arah lain terdengan suara angin yang sangat kencang. Lambat laun, suara angin tersebut menjadi suara desis persis ketika ular mendesis. Bulu kuduk kang pardi berdiri karena menyadari anaknya berhadapan dengan ular sebesar pohon kelapa yang datang dengan masih melilit sesuatu di badannya.
"Hai siluman serahkan anak itu!" kata topik dengan kencang kepada sesosok ular itu. "ssssssssss" ular itu menjawab dengan mendesis dan mengarahkan tatapan matanya ke topik.Â
Mata ular itu merah menyala dalam kegelapan dan taringnya yang besar mengkilap diterpa sinar purnama. "kau sudah membuat susah keluargku. Jika memang engkau mau mencari korban jangan ambil warga kampung ini." Hardik topik. Ular itu lantas melepaskan lilitan pada korbannya, "enyahlah kau pengganggu, ini korban yang dijanjikan kepadaku" kata ular itu membalas. Sejurus kemudian ular itu mulai menyerang topik dengan membuka mulutnya lebar-lebar.
Saling serang terjadi antara topik dan ular besar itu, sementara kang pardi hanya bisa memperhatikan dari balik semak-semak. Sejurus kemudian sang ular siluman berhasil menghantam topik dengan ujung ekornya yang besar.Â
Topik tersungkur dan mengeluarkan darah dari mulutnya. Bersusah payah topik berdiri lalu dia mengeluarkan sebuah benda yang tampak seperti bambu kuning. Konon bambu kuning merupakan senjata yang ampuh untuk melawan segala macam hewan dan siluman terutama ular.Â
Topik dan ular itu kembali saling serang dan topik berhasil menghantamkan bambu kuning ke arah kepala dan tubuh ular besar itu. Lama-kelamaan ular siluman berteriak kesakitan dan tubuhnya kelojotan di atas tanah. Seiring suara memekakkan telinga dan ada cahaya sangat terang yang menyambar maka hilanglah tubuh ular itu dari hadapan topik.
Kang pardi keluar dari persembunyiannya, "Pik apa itu tadi?" tanya pada anaknya. "Itu siluman ular yang meminta tumbal pak. Makhluk itu yang selama ini meneror kampung tingkir." Kata topik sambil mendekati orang yang tadi di bawa ular siluman. "alhamdulillah masih hidup" kata topik "ayo pak kita bawa pulang ke orang tuanya". Topik lalu mengangkat tubuh korban ular siluman dan bersama bapaknya dibawa korban itu menuju rumah si korban.
Di rumah korban sudah terdengar suara tangisan orang-orang. Kang Pardi lalu mengetuk pintu rumah itu "Man, Man buka pintu Man. Ini pardi." Kata kang pardi. Terbuka pintu itu dan didapati seorang laki-laki yang berwajah sedih seperti ditinggal mati seseorang. "kenapa nangis man?" tanya kang pardi.Â
"Ini kang, tadi istriku lihat si neng dibawa ular besar keluar dari rumah ini waktu mau kekamar mandi." Kata Sarman. "Sudah Man, ga usah sedih. Ini anakmu selamat." Kata kang pardi. Lalu topik membawa masuk neng kedalam rumah. Dan topik meminta rumah itu ditutup pintunya. Mereka semua tidak meninggalkan rumah itu sampai berkokoknya ayam pertanda fajar mulai merekah.
Tidak lama setelah ayam berkokok terdengar suara kentongan bertalu-talu. "siapa lagi ini yang meninggal" tanya kang pardi dalam hati. "Pik, apa ular tadi malam masih membawa korban lain lagi?" tanya kang pardi sama anaknya. "Endak pak, paling yang mati itu yang jadi ular." Kata topik dengan tenang. Lalu kang pardi, topik dan sarman keluar rumah itu untuk menuju kearah suara kentong. "Siapa yang meninggal pak?" Tanya Sarman pada pak kadus.Â
"itu si Darman meninggal" kata pak kadus. Lalu mereka semua menuju rumah Darman. Istri dan anak Darman menangis di samping jasad pria paruh baya itu. Di tubuh Darman terdapat bekas-bekas pukulan sebesar bambu yang dipakai oleh topik untuk memukul ular siluman. Kemudian didapati pula dirumah itu ada Marto yang tubuhnya menggigil ketakutan.Â
Melihat kedatangan Kang Pardi dan Topik membuat marto langsung bersujud pada kedua orang itu dengan ketakutan. Marto mengakui bahwa isu yang berhembus selama ini adalah perintah dari Darman. Darman lah yang selama ini menggunakan pesugihan agar usahanya lancar dan tidak perlu kesusahan mencari uang. Akhirnya terkuaklah teror kematian akibat tumbal pesugihan ular siluman di kampung Tingkir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H