Tetapi ketika tubuh andi dimandikan orang yang memandikan menjadi muntah karena tubuh andi mengeluarkan bau yang sangat amis dan terdapat bekas sisik ular menancap di tubuh anak kecil itu. Orang-orang lantas ramai tentang peristiwa itu, dari mulut ke mulut tersiar kabar bahwa andi telah menjadi korban dan tumbal pesugihan siluman ular. Orang-orang lantas menghubung-hubungkan kedatangan Topik tadi malam dengan peristiwa itu. Mendengar hal tersebut ibu topik lantas mengurung diri di rumah sedangkan bapaknya mencak-mencak.
Setelah ramai kematian andi selang 40 hari kemudian terjadi kematian lagi pada warga lain. Hana yang merupakan anak perawan dari keluarga herman juga meninggal dengan tanda-tanda yang sama. Tubuhnya berbau sangat amis dengan bekas luka menghitam seperti di belit ular.Â
Mendengar hal tersebut warga desa langsung menggeruduk rumah keluarga bapak Topik setelah selesai menguburkan hana. "Kang Pardi bagaimana ini tanggung jawabmu?" kata herman dengan wajah memerah bercampur antara kesedihan dan kemarahan. Yang ditanya hanya diam saja, Kang Pardi hanya berdiri di ambang pintu rumah menghadapi banyak warga yang mengepung rumahnya. Ketika ribut-ribut terjadi itu tiba-tiba disusul kedatangan mobil yang dikendarai Topik. Orang-orang yang semula mengerubungi rumah kang pardi lantas berbalik arah mengepung mobil Topik.
"Kamu waktu itu lebih baik segera dilenyapkan saja. Kami menyesal telah membiarkan kamu tetap hidup sehingga berbuat seperti ini." Kata seorang warga desa sambil mengacungkan golok ke arah topik yang masih di dalam mobil tertutup kaca. Ketika warga sudah mulai rusuh dan mendobrak-dobrak mobil itu, muncul pak Kades dan seorang babinsa menenangkan warga. Topik kemudian dibawa menuju balai desa oleh orang-orang itu sedangkan kang pardi sebagai bapaknya hanya diam saja.
Di balai desa warga desa memaksa kepada kepala desa dan babinsa untuk menghukum Topik atas kematian andi dan hana. Tetapi mereka gagal ketika diminta untuk membuktikan bagaimana cara topik membunuh andi dan hana sedangkan waktu kejadian dia tidak berada di desa itu. "Itu ulah pesugihannya Pak" kata seorang warga desa.Â
"Bagaimana caranya membuktikan, kang halim bisa membuktikan di kantor polisi nanti." Kata pak kades ke kang halim. Yang ditanya hanya diam saja. "Pak orang yang melakukan pesugihan pasti dibadannya ada cirinya pak" kata marto lagi. "Baik kalau begitu silahkan mas Topik buka bajunya untuk membuktikan sama warga desa bahwa mas Topik ini bener-bener melakukan pesugihan atau tidak." Kata pak kades. "baik pak, walaupun saya tidak mau memperlihatkan ini" kata topik sambil berdiri.
Topik berdiri sambil membuka kancing bajunya di depan orang-orang. Setelah baju telah terbuka terdapat bekas luka besar di tubuh topik. Warga desa kaget dan terperangah bagaimana topik mendapatkan luka sebesar itu. "ini adalah luka waktu saya bekerja di tambang di kalimantan, lubang tambang yang aku gali runtuh dan aku tertimbun batu besar." Kata topik. Akhirnya kecurigaan warga yang tanpa dasar itu tidak dapat dibuktikan.Â
Walaupun begitu masih banyak yang mempercayai bahwa ini adalah ulah pesugihan yang dibawa oleh topik ke kampung itu. Akibat dari itu, keluarga kang pardi dijauhi oleh orang-orang. Novi menjadi tidak bisa bermain seperti biasa dengan teman sebayanya. Orang-orang tua melarang anak-anaknya untuk bermain dan bergaul dengan novi. Hidup keluarga kang pardi hanya di rumah dan di ladang.
Waktu berlalu tapi tetap saja setiap 40 hari sekali pada hari selasa kliwon atau sabtu kliwon selalu terjadi kematian ganjil dari warga desa. Tekanan kemarahan warga kepada keluarga kang pardi bukannya semakin kendur tetapi semakin kencang.Â
Warga bahkan semakin mengucilkan keluarga tersebut, bahkan ada yang sampai mengencingi atau membuang kotoran manusia ke rumah kang Pardi.Â
Kang pardi hanya bisa pasrah sedangkan istri dan anaknya hanya bisa menangis setiap hari. Hingga pada suatu hari kang pardi yang tidak dapat memejamkan mata. Kebetulan waktu itu adalah malam sabtu kliwon. Dia bertekat untuk begadang untuk melihat seperti apa jahanamnya malam itu mengingat selalu ada kematian pada malam-malam seperti itu. Warga desa tidak ada yang berani beranjak dari rumahnya.Â