Mohon tunggu...
Barondsay Saesaemawon
Barondsay Saesaemawon Mohon Tunggu... -

Adalah pelajar Kelas Menulis di Rumah Media Semarang yang belajar rambu-rambu dunia kepenulisan; cerpen, cerbung dan novel. "Kamu orangnya misterius." kalimat itu sering kuterima dari mereka yang belum mengenalku. Bagi orang yang sudah mengenalku akan mengatakan kepadaku, "Dasar, kamu orang aneh!" Dan aku benar-benar merasa menjadi Alien!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mawar Putih

14 April 2016   22:03 Diperbarui: 14 April 2016   22:08 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

      Kulepaskan pelukanku. "Iya, Pak." Aku langsung berlarian ke luar ruangan meninggalkan Bapakku yang sedang menikmati kopi.

      "Hati-hati, Fai!" pesan Bapakku ketika aku sudah di luar ruang tamu.

      "Mau kemana, Fai!?" itu suara Bang Raihan saat berpaspasan denganku di lantai 2 dan aku tidak menjawabnya.

      Ah, aku tidak tahu bagaimana caranya mengabarkan kepada Bang Badrun bahwa bunga pemberiannya tidak bisa kurawat lagi karena rumahku digusur. Akankah Bang Badrun marah? Ataukah akan memberiku mawar putih lagi?

      Bendungan air mataku pun bedah, mengalir deras sederas hujan siang ini. Ya, air mataku tersamarkan air hujan. Semua orang tidak akan mengetahui kalau aku sedang menangis. Ya, menangis karena aku sudah diberikan amanah merawat bunga mawar putih tapi tidak bisa kulakukan dengan seharusnya.

      Hujan belum reda dan semakin deras. Kuusap wajahku yang penuh air mata dan air hujan dengan kedua telapak tanganku. Kupejamkan kedua mataku dan mendongakan wajahku, lama. Ah...

      "Fai...!" itu suara Emakku, memanggilku untuk segera masuk ke rusun kemudian mandi dan aku menuruti.

      Hujan reda tepat setelah aku selesai mandi dan ganti pakaian. Dari dalam kamar aku bisa mendengar suara Emakku yang membukan pintu kemudian memanggil Bapakku, ada yang ingin bertemu beliau kata Emakku. Entah siapa. Tidak lama kemudian beliau malah memanggilku. Aku pun keluar dari kamar.

      Selain Emakku, Bapakku dan Bang Raihan, aku juga melihat seorang anak perempuan seumuran denganku dan Bapak berseragam. Mereka semua masih berdiri, memandangiku. Bukankah itu Bapak berseragam waktu itu...?

      "Nak Fai, ini mawar putih milikmu." kata Bapak berseragam itu dengan nada menyesalan sambil mengulurkan mawar putih. Benar, itu mawar putihku yang sekarang sudah mekar.

      Aku mendekati Bapak berseragam itu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun