Mohon tunggu...
Rizki Zakaria
Rizki Zakaria Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 2010

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Identitas

6 Oktober 2011   04:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:17 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Lalu?”

“Tak ada yang harus kita lakukan dahulu pada masyarakat. Nilai kita belum baik seluruhnya.”

“Omong kosong saja. Nilai bisa kita beli dengan dompet.”

“Memangnya dompetmu tebalnya berapa?”

“Mungkin setebal dompet simpanan para anggota DPR, maka dari itu ini paripurnaku”

“Hei, dimana kesadaranmu?”

“Saya tegaskan sekali lagi, Saya sadar 100 persen!”

“Kamu menjawab dan itu jawaban seorang tak sadar. Dengarkan itu!”

“Aaah, sialan!”

Akhirnya kedua pemuda mengakhiri percakapan dengan wajah yang memerah, Namun, mereka berada dalam situasi yang memanas. Aku menghadap dengan tatapan emosi sekaligus iba. Sebaliknya, kutatap wajahnya, terlihat sekali raut kekesalan dan wajah penuh emosi. Emosi kedua belah pihak mulai memuncak. Tanganku menggapai pundaknya berusaha menekuknya, tetapi tangannya berhasil menangkis dengan tangkisan ala pencak silat. Tak ada yang berani mengaku kalah, keduanya takluk pada nafsu masing-masing.

Akirnya perkelahian terhenti seketika setelah mendengar gertakan ringan dari sang penjaga museum. Aku dilerainya. Namun, urusan belum beres begitu saja. Maka dilanjutkan kembali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun