Hanya saja, karena akses pendidikan dan rendahnya kualitas guru-guru yang mengajar, maka mereka tidak berkembang dengan baik.
Sama seperti ini..
Gadget kita misalnya. Ia bisa saja memiliki spesifikasi yang tinggi. Tapi kalau kita yang memakainya tidak mengerti kegunaan dan fitur-fiturnya, apakah mungkin akan terpakai optimal?
Tentu saja tidak, toh?
Begitu juga anak-anak di pedalaman Indonesia. Jika mereka kita umpakan gadget, maka sebagian kecilnya adalah gadget super canggih.
Sayang saja.. yang menggunakannya bukan orang-orang berkompetensi tinggi, bingung hendak dijadikan apa.
Satu dua siswa saya sangat pintar. Saya hanya menjelaskan sedikit, tidak panjang lebar, tapi mereka sudah mengerti. Bisa mengerjakan soal-soal.
Selain itu, anak-anak pedalaman sejatinya adalah anak-anak yang rajin. Ini terbukti dari sejak saya hadir disana, sekolah selalu ramai dari pagi hingga malam.
Sore hari saya ajak pemuda untuk rajin olah raga. Main volley, bulu tangkis, dan tenis meja. Peralatannya dari sekolah. Saya sediakan semuanya dari uang donasi yang saya dapatkan.
Selepas maghrib sampai Isya, saya mengajak siapa saja yang belum bisa mengaji untuk datang. Saya tuntun mereka satu demi satu, pelan-pelan, sampai mereka mampu. Iqro’ yang saya beli dari hasil donasi sangat berguna sekali pada kegiatan ini.