Saya adalah manusia pilihan (Asik, pede gila nih gue!), karena ditakdirkan oleh Tuhan tumbuh dan berkembang sebagai lelaki yang memiliki keistimewaan: kaki kanan saya kecil, jalan tidak normal, dan selalu menjadi pusat perhatian di keramaian.
Saya pernah minder, tertunduk lesu di pojokan, dan menyesali setiap kejadian.
Saya merasa tidak ada gunanya.
Apalagi ketika menemukan sebuah fakta bahwa seseorang seperti saya, yang kakinya istimewa, susah sekali mendapatkan pekerjaan. “Mana ada perusahaan yang mau menerima orang cacat bekerja!” celetuk teman saya dulu.
Hingga hampir satu tahun setelah lulus kuliah, entah sudah berapa surat lamaran kerja yang saya layangkan, tapi tidak ada satupun yang berhasil saya masuki. Selalu gagal di tengah jalan.
Padahal, pada tes-tes awal (uji kemampuan akademik dan psikotest), saya hampir pasti selalu menjadi yang paling atas. Mendapatkan nilai paling tinggi.
Tapi ketika wawancara dan pihak perusahaan menyaksikan betapa mengerikannya saya berjalan, mereka kemudian tidak jadi menerima. Saya ditolak.
Saya lupa (atau lebih tepatnya tidak mau mengingat) berapa kali hal demikian terjadi.
Hingga entah di interview kerja yang ke berapa, seorang pewawanacara jujur mengatakan: “Wah, maaf sekali, mas. Kami tidak tahu kalau mas punya kekurangan. Padahal kualifikasi akademik mas bagus.”
“Tapi karena mas punya kekurangan dan kebetulan perusahaan membutuhkan pekerja yang bisa melakukan mobilitas tinggi, maka mohon maaf, kami belum bisa menerima.”