Pesan Pak Asep kita harus bersama-sama menjaga KRL agar tetap nyaman. Termasuk rel bukan tempat bermain. Terus tolong juga jangan melempari kaca rangkaian karena harga per lembar kaca itu 2 juta.
Cornelis Koffie
Setelah makan siang, kami bersiap-siap menuju tujuan kedua yaitu rumah Cornelis Chastelein di jalan Pemuda No.16 Depok . Kami diantar oleh mobil Depo KRL Depok. Saya dan 7 orang mendapat giliran pertama diantar.Â
Tidak terlalu lama, mobil yang kami tumpang memasuki halaman Cornelis Koffie. Wah... Saya langsung terkesima dengan bangunan model belanda ini. Dengan tidak sabar, saya segera masuk dan menyusuri.
Kami langsung disambut oleh Pak Boy Loen pakar sejarah Depok. Dan setelah ditelusuri, garis keturunan Pak Boy ini berasal dari budak bernama Loen yang berasal dari timur Indonesia.Â
Sambil menikmati minuman segar pesanan masing-masing dan camilan kentang dan singkong goreng, saya dan teman-teman antusias mendengarkan cerita Pak Boy tentang sejarah Depok.
Kawasan Depok saat ini adalah dulu tanah yang dibeli oleh Cornelis Chastelein. Saat itu, tanah dimanfaatkan sebagai perkebunan lada yang nilai ekonomisnya sangat tinggi.Â
Untuk menggarap lahannya, Cornelis membeli budak dari Bali dan Makassar yang dulu memang legal diperjualbelikan. Dan walau termasuk pejabat VOC Belanda, Cornelis mempunyai pemahaman yang berbeda. Semua budaknya dibebaskan dari perbudakan, bahkan diwariskan tanah.
Tugu Cornelis Chastelein