***
Tujuh Bulan Kemudian
Selagi saya asyik simak berita-berita di media online, pagi ini, tiba-tiba Pak Tino datang ke rumah saya. Kedatangannya untuk sampaikan pesan Pak Pujo (dari dalam penjara). Pesannya, beliau minta saya untuk membezoeknya di Lapas. Ada hal penting yang mau dibicarakannya dengan saya.
"Aku hanya pengin minta maaf padamu, Aldo!" katanya setelah kami berbasa-basi saat pertemuan kembali yang surprising ini.
"Om kan tak berbuat salah pada saya?"
"Kamu masih ingat nggak, pada bulan pertama saya berada di sini? Kamu kan beberapa kali mengunjungiku ke sini, tapi kan selalu kutolak? Saat itu, kuakui aku jahat banget padamu. Sudah terpuruk, tapi arogan. Maafkan aku ya, Do?"
"Kuminta kamu mau juga maafin Aida! Aku tahu kamu pasti kecewa. Karena dia telah hancurkan niat suci dan harapanmu. Jangan membencinya ya, Do...." Saat katakan itu, saya melihat matanya berkaca-kaca.
Langsung saja saya jawab, bahwa saya sudah lama memaafkannya. Saya sangat paham posisi dan perasaan Aida saat itu. Jadi sama sekali saya tidak membenci apalagi mendendamnya. Mendengar itu, beliau tiba-tiba merangkul saya sambil meneteskan air matanya. Mengherankan! Kenapa beliau menjadi begitu melow seperti itu?
"Namun, jangan kuatir Aldo! Keputusannya yang sepihak tempo hari, itu belum harga mati. Karena ia tidak minta persetujuanku lebih dahulu. Jadi pasti masih bisa dianulir kembali. Karena Om masih anggap kamu sebagai calon menantuku...."
"........................" saya tergugu kelu untuk beberapa saat. Namun, bahagia banget!
Dan saya kian takjub mendengar pengakuannya, bahwa justru di dalam penjaralah ia mengalami pertobatan sejati dan perjumpaan iman pribadi dengan Sang Kristus. Sebelumnya, meski dalam KTP-nya tertulis beragama Kristen, tetapi sesungguhnya selama ini ia belum beriman kepada Tuhan Yesus. Karenanya, sejak remaja sampai setua ini, ia tidak pernah mau ke gereja. Untungnya selama ini, ia mengijinkan istri dan ketiga putra-putrinya aktif ke gereja.