Beberapa ciri yang perlu dipertimbangkan bahwa otak perempuan pun menyukai reward, dan aslinya malas serta netral. Malas dan netral dari sudut pandang yang positif merupakan bagian dari efisiensi listrik otak bekerja. Sedangkan jalur penghargaan otak (baca juga reward dopamine pathway, dopaminergic reward system, dan mesolimbic pathway) terhubung ke area otak yang mengendalikan perilaku dan ingatan. Proses ini dimulai di area tegmental ventral, di mana neuron melepaskan dopamin untuk membuat perempuan merasakan kesenangan. Otak mulai membuat hubungan antara aktivitas dan kesenangan pada NAc (nucleus accumbens), yang sering dikenal dengan sebutan 'pusat kesenangan' atau pleasure center. Kemudian melalui pemaknaan di mPFC (medial prefrontal cortex) memastikan bahwa mereka perempuan akan mengulangi perilaku tersebut. Jenis dan besar reward yang dibutuhkan akan berbeda-beda di setiap jenjang karir perempuan.
Di dalam suatu penelitian ditemukan ketidaksesuaian besar antara gaya kepemimpinan perempuan dengan ekspektasi bisnis keluarga relatif terhadap kinerja perusahaan, yang diukur dengan pengembalian aset. Khususnya, data mendukung dugaan bahwa perusahaan keluarga, yang lebih kondusif untuk kepemimpinan transformasional, menawarkan iklim yang lebih tepat untuk menjalankan fungsi Ketua daripada CEO. Sebaliknya, CEO perempuan berkinerja lebih baik di perusahaan-perusahaan non-keluarga. Temuan ini bergerak menjauh dari fokus utama pada hambatan dan gambaran stereotip tentang kepemimpinan perempuan dan mendukung teori kontingensi kepemimpinan, yang menyatakan bahwa efektivitas gaya kepemimpinan tergantung pada organisasi dan budaya di mana para pemimpin beroperasi, dan pada posisi tugas terkait (Nekhili, dkk., 2015).
Seperti kita ketahui bersama kecenderungan otak mamalia (middle brain)Â orang Indonesia sangat aktif (limbic system), dan MNS (mirror neurons system) bekerja sangat efektif. Begitu pula dengan otak perempuan Indonesia. Namun hal ini perlu dibuktikan atau dijadikan bahan penelitian lebih lanjut. Sehingga memimpin perempuan Indonesia pun akan lebih efektif bila melalui pendekatan 'lead by example' atau memimpin dengan memberikan contoh (kasat mata).
Terkait dengan kinerja perempuan yang berhubungan dengan STEM, yang telah dibahas sebelumnya, menurut penelitian baru-baru ini bahwa teori ancaman stereotipe menunjukkan bahwa isyarat yang mengancam identitas pertama-tama akan menimbulkan ancaman mengenai potensi stereotip berbasis kelompok, yang kemudian akan membuat perempuan mengalami psikologis konsekuensi dari ancaman stereotip  yang pada akhirnya mengganggu kinerja intelektual mereka (Canning, dkk., 2022). Pada penelitian ini dijelaskan profesor yang memberikan sinyal pola pikir tetap (fixed mindset) tentang kemampuan merongrong kinerja perempuan di STEM. Hal ini sesuai dengan teori aliran energi yang sering digunakan David Rock pada aplikasi neurosains di disiplin ilmu kepemimpinan (neuroleadership). Bahwa; saat energi listrik aktif di daerah sistem limbik (sub cortical), maka energi 'tersedot" ke bagian tengah, sehingga fungsi otak eksekutif berpikir pada organ PFC (prefrontal cortex) tidak maksimal memperoleh bagian energi listrik yang cukup.
Berkaitan dengan otak fungsi eksekutif perempuan yang terlatih (EF - executive function), dan dapat dilatih, ada prioritas yang perlu diperhatikan dan disederhanakan menjadi 3 bagian fungsi eksekutif utama, yaitu: working memory, inhibitory control, dan cognitive flexibility. PFC dorsolateral (dlPFC) telah dikaitkan terutama dengan fungsi memori kerja (working memory); PFC ventrolateral (vlPFC) sebagian besar terlibat dalam fungsi fleksibilitas kognitif (cognitive flexibility); dan PFC ventromedial (vmPFC) yang telah terlibat dalam fungsi kontrol penghambatan (inhibitory control). Meskipun sulit untuk menggambarkan EF menggunakan definisi kesatuan, proses kognitif yang mendasari EF bisa dibilang merupakan faktor paling penting untuk berhasil beradaptasi dengan tuntutan kehidupan sehari-hari. Ketiga EF ini sangat vital untuk banyak keterampilan yang penting agar perempuan menjadi sukses (walau tak dikhususkan kepada perempuan saja). Termasuk penalaran, pemecahan masalah, perencanaan, dan manajemen umum kehidupan seseorang (Oliver C. Schultheiss dan Pranjal H. Mehta, 2018).
Beberapa hal lainnya yang perlu dipertimbangkan kinerja dan peranan perempuan ada 2 aspek penting, yakni; 1) asimetri perlakuan otak terhadap pengolahan informasi dan 2) terlalu banyak peluang berpikiran bias terjadi. Terkait yang pertama, bisa dikatakan 95 informasi positif yang masuk ke dalam otak pikiran mereka, bisa luluh lantah dengan 5 informasi yang negatif. Tidak usah berkecil hati, selain ini terjadi juga pada otak pria, dan karena merupakan bagian alami mekanisme otak bekerja untuk memproteksi manusia itu sendiri. Dapat dilatih, sehingga pikiran-pikiran otomatis perempuan, yang dahulu disebut pikiran atau alam bawah sadar, tidak mendominasi pengambilan keputusan otak bekerja, karena diregulasi oleh PFC.
Sedangkan bagian yang kedua, terkait dengan banyaknya faktor yang membuat perempuan (dan pria) cenderung berpikiran bias. Daniel Kahneman (Thinking, Fast and Slow) dan Bruce Lipton (The Bilogy of Belief) banyak menjelaskan hal ini. Begitu pula dengan Jonah Lehrer (How We Decide), yang mengingatkan terkait prediksi-prediksi neurons dopamin error, jangan tertipu dengan perasaan, intuisi tidak selalu benar, dan masih banyak lagi tips proses pengambilan keputusan yang baik.
Meningkatkan Daya Resiliensi bagian dari Ketangguhan Mental
Dari hasil penelitian yang baru-baru ini dilakukan di Desa Panggungharjo, diketahui bahwa pembatasan sosial berdampak besar terhadap kondisi ekonomi dan sosial masyarakat, terutama bagi perempuan ibu rumah tangga (Ma'isah, dkk., 2022). Para perempuan ini banyak mengalami tantangan sepanjang periode pembatasan sosial COVID-19 yakni beban ganda yang semakin berat. Lingkungan inklusif ternyata sangat berperan dalam upaya resiliensi kelompok masyarakat sehingga mereka mempunyai kapasitas bertahan, beradaptasi dan bertransformasi pada masa bencana. Hasil penenelitian ini merupakan suatu contoh praktik yang baik berupa studi kasus desa inklusif dan kaitannya dengan keberhasilan resiliensi perempuan pada masa pandemi COVID-19.
Di dalam tingkat manajemen stres, baik pendekatan psikologi maupun yang telah diperkuat oleh kajian neurosains, diketahui resiliensi dikenal sebagai stress level terendah. Artinya manusia memang membutuhkan stres. Otak kita membutuhkan kortisol, hal ini untuk menjaga kesimbangan hormon, enzim dan neurotransmitter secara proporsional (homeostasis). Jenis stres yang baik ini disebut eustress, karena meningkatkan daya resiliensi kita, yakni stres yang diperoleh masih di bawah batas ambang. Batas ambang kortisol masing-masing kepala orang berbeda. Batas ambang ini dapat ditingkatkan secara bertahap, dengan repetisi atau latihan yang berulang (strengthen the neural pathways).Â
Namun bila melebihi batas tersebut, jenis stres ini berubah menjadi stres yang buruk bagi kondisi kesehatan kita, baik pria maupun perempuan. Jenis stres ini dikenal juga dengan istilah distress. Oleh karena itu, di dalam pelatihan fisik seperti olahraga dan pelatihan fisik tentara, maupun pelatihan non-fisik, dibutuhkan proses pendampingan yang memiliki pengetahuan dan pengalaman terkait hal ini. Dikhawatirkan bila tidak ada pendampingan, tidak hanya berdampak menimbulkan cedera fisik, namun yang lebih penting lagi dapat mengakibatkan kesehatan pikiran terganggu.