Budaya Digital Indonesia
Budaya Digital Indonesia menjadi penting karena merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital. Budaya digital sejatinya merupakan hasil olah pikir, kreasi, dan cipta karya manusia berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK).Â
Budaya digital bukan karena terbentuk hanya adanya lingkungan yang menuntut seperti pada saat ini. Memang benar pandemi mempercepat proses transformasi digital. Tetapi kita menginginkan sebagai bangsa yang baik lebih proaktif, bukan karena reaktif. Bangsa yang memiliki inisiatif yang membangun karakter bangsa modern cerdas memanfaatkan kemajuan teknologi digital.
Karakter positif yang dimaksud tentunya tidak akan terbentuk secara instan dan hanya untuk beberapa saat saja. Tapi yang terus menerus dilakukan dari hari ke hari, bulan ke bulan, tahun ke tahun dan seterusnya. Karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Nilai-nilai yang tertuang di butir-butir Pancasila sudah final. Tidak perlu diperdebatkan lagi. Namun cara mengkomunikasi dan mengedukasinya perlu disesuaikan dengan generasi-generasi baru secara terus menerus terkoneksi dengan internet (Gen C, generasi yang 'always connected').
Termasuk di dalamnya milenial, yaitu; generasi x, y dan z. Bahkan generasi baru yang akan sering disebut sebagai generasi alpha, generasi corona, atau generasi zoom. Mereka sering dikenal dengan sebutan sebagai 'digital native', yang dilahirkan dengan lingkungan telah serba digital. Berbeda dengan senior yang pada umumnya dikategorikan sebagai 'digital immigrant'. Mereka lebih penuh dengan tantangannya berjuang berempati dan tetap dapat berkomunikasi secara efektif kepada generasi yang lebih muda, terutama di ruang digital
Pesan yang harus disampaikan oleh para digital immigrants kepada digital natives, tidak hanya nilai-nilai luhur; agama, keyakinan, adat istiadat, sopan santun, ramah tamah, gemar menolong dan seterusnya yang telah tertuang di nilai-nilai Pancasila tadi. Mereka harus yakin, bangga dan mencintai dengan produk-produk karya anak bangsa sendiri. Mencintai produk dalam negeri artinya memprioritaskan produk-produk buatan anak bangsa dibanding hasil produksi bangsa asing. Sehingga memperkokoh pilar kehidupan ekonomi bangsa. Pengamalan Pancasila di ruang digital benar-benar diuji. Budaya digital dan komunikasi zaman now yang harus disesuaikan. Banyak masalah etika bermedia digital berawal tidak cakapnya berbahasa dan berkomunikasi dengan berbagai macam netizen yang memiliki pola pikir dan perilaku berbeda.
Setiap warga Indonesia tidak hanya memiliki hak yang sama atas akses informasi secara umum. Tapi lebih detil dijelaskan bahwa memiliki kebebasan mengakses internet, seperti ketersediaan infrastruktur, kepemilikan dan kontrol layanan penyedia internet, kesenjangan digital, kesetaraan akses antar gender, penapisan dan blokir.
Namun juga diberikan hak untuk berekspresi. Jaminan atas keberagaman konten, bebas menyatakan pendapat, dan penggunaan internet dalam menggerakan masyarakat sipil. Serta hak untuk merasa aman. Bebas dari penyadapan massal dan pemantauan tanpa landasan hukum, perlindungan atas privasi, Â hingga aman dari penyerangan secara daring atau dalam jaringan (Sumber: SAFENet, Â 2019).
Kenapa Literasi Digital Penting Bagi Budaya Bangsa
Literasi digital bangsa penting untuk dikebut, mengejar ketertinggalan hari ini. Tantangan ke depan akan lebih berat. Human connectome project dunia sedang menyiapkan 'Digital Brain' buatan. Jaringan sirkuit otak secara bertahap semuanya akan dipetakan. Tidak hanya bagian cortex luar, sampai ke dalam limbic system otak kita (sub cortical). Robot akan terampil tidak hanya berpikir dan berperilaku rasional. Mereka akan memiliki perasaan. Mereka bisa senang dan beriperilaku sopan santun dan ramah tamah layaknya manusia. Namun juga akan dapat seakan-akan merasakan kesedihan, sakit hati, kecewa dan marah. Belum lagi kalau manusia berhasil terhubung dan terbiasa menggunakan Super Brain Computer. Baca tulisan saya di laman kompasiana ini dengan judul: "Bila Otak Telah Berhasil Terhubung ke Komputer Kuantum."
Dunia secara strategis telah menyiapkan blue print untuk mengantisipasi kemajuan teknologi digital tersebut. Masing-masing negara telah membangun standar sesuai dengan visi misi untuk mewujudkan mimpinya. Memang Jepang membangun dengan konsepnya tadi, yaitu 'Society 5.0'. Berbeda dengan China yang menargetkan 'Made in China 2025'. Sedangkan Eropa dikenal dengan gagasannya; 'Industry 4.0'. Lain lagi dengan Asia, yaitu membangun konsep 'Smart Cities'. Beda lagi  dengan Amerika dikenal dengan 'Industrial Internet'. Masing-masing cetak biru tersebut untuk mengantisipasi kesiapan IoT (Internet of Things), AI (Artificial Intelligence), Robotics, Big Data, dan Blockchain. Setidaknya transformasi digital telah menjadi pilar-pilar kebijakan masing-masing negara tersebut (Sumber: Mayumi Fukuyama, Society 5.0: Aiming for a New Human-Centered Society).