Hasil studi Goleman (2002:76-80) menunjukkan keberhasilan orang-orang sukses ditentukan oleh kecerdasan emosional yang mereka miliki dengan nilai 80%, sedangkan kecerdasan intelektual hanya berperan 20% dalam kesuksesan mereka. Kemampuan sesorang mengendalikan emosinya pada saat krisis maupun kondisi organisasi yang rumit merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan organisasi.Â
Penelitian menunjukkan orang Jepang telah menerapkan nilai-nilai yang ada dalam agama Tokugawa yang didalamnya mengandung unsur-unsur etika Protestan (etika Webber), seperti nilai kejujuran, kedisplinan, bekerja keras, menghargai kinerja, menghargai waktu, mengadakan evaluasi secara terus menerus, menghargai nilai-nilai yang berlaku pada masyarakat.
Emotional intelligence adalah kekuatan dahsyat yang dapat melampaui kesadaran fisik manusia. Pikiran mempengaruhi emosi, dan emosi mempengaruhi kualitas tindakan. Tindakan seseorang dipengaruhi oleh pertarungan antara emosi menyenangkan dan tidak menyenangkan yang akan menentukan sukses dan kegagalan seseorang. Karena itu, menurut Anthony Dio Martin (2006:95-98) kesuksesan = visi + imajinasi + aksi + emosi.
Visi yang jelas mengikatkan diri kita pada suatu masa depan yang jelas, semua energi dan sumber daya yang ada bisa diarahkan secara efisien untuk mencapainya. Imajinasi dapat tersampaikan apabila otak kita dapat menghidupkan imajinasi supaya otak kita bisa melihat gambaran  mimpi kita.Â
Visi saja tidak cukup, kita perlu memberi kesempatan kepada otak kita untuk menciptakan dan menangkap imajinasi  impian kita. Elemen sukses ketiga adalah aksi.Â
Ada ungkapan yang mengatakan " aksi tanpa visi hanya akan menyia-nyiakan waktu, tetapi visi tanpa aksi hanya akan menjadi sebuah kesia-siaan tanpa menjadi kenyataan". Dapat disimpulkan impian tanpa aksi tidak ada artinya. Elemen terakhir sukses adalah emosi. Intinya, kaitkanlah emosi dengan imajinasi sukses yang ingin di raih.
Dalam membangun kecerdasan emosional, yang harus dapat dikendalikan dalam dirinya antara lain adalah kecemasan, ketakutan, kualitas, persepsi, smart solution, negative emotional self talk, dan emotional blackmail. Elemen-elemen tersebut apabila tidak di kelola dengan sebaik mungkin, akan menimbulkan penurunan etos kerja yang akhirnya akan berpengaruh secara langsung pada pencapaian tujuan organisasi.
Penemuan terbesar generasi ini adalah manusia dapat meningkatkan kehidupannya dengan memperbaiki sikap berpikir, dan emosional. Kemampuan mengelola emosional manusia akan mempengaruhi katalisator perubahan organisasi dalam pencapaian visi dan misi, kualitas mutu produk, proses bisnis internal, pelayanan, Â dan akhirnya akan meningkatkan profitabilitas perusahaan.Â
Hasil penelitian dilakukan (1999), menunjukkan hanya terdapat 44% pengaruh IQ, jumlah jam belajar terhadap prestasi nilai siswa di Bandung. Dengan merujuk pada penelitian ini dapat di duga pengaruh lain di luar model penelitian adalah kecerdasan emosional.Â
Kecerdasan emosional merupakan campuran reaksi afektif yang kompleks terhadap suatu target tertentu, yang tidak hanya sekedar perasaan baik atau buruk. Emosi ini diduga juga sering muncul dalam proses pemilihan alternatif investasi modal dan pembuatan keputusan penting.
Kemampuan mengelola emosional dengan baik akan menciptakan kemapanan pimpinan seluruh jajaran organisasi perusahaan. Setiap perusahaan dipastikan ingin memiliki sukses besar dan berumur pajang. Kesuksesan perusahaan ditentukan oleh multi faktor di antaranya adalah peran sumberdaya manusia, teknologi, modal, dan sumberdaya alam.Â