"Tetapi celakalah kamu, hai orang-orang Farisi, sebab kamu membayar persepuluhan dari selasih, inggu dan segala jenis sayuran, tetapi kamu mengabaikan keadilan dan kasih Allah. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan." (Lukas 11.42)
Mereka berasumsi (seolah-olah) Tuhan adalah sosok narsistik yang lebih ingin disembah ketimbang melihat suatu perbuatan baik yang dilakukan manusia bagi sesamanya. Mungkin adalah kebetulan yang aneh bila di dalam Alkitab, hanya setan-lah megalomania sombong yang mengatakan: “sembahlah aku” (Matius 4.9, bandingkan Yesaya 14.12-14; Yehezkiel 28.12-17). TUHAN tidak pernah mengatakan oleh diriNya sendiri meminta untuk disembah. Penyembahan tidak memerlukan perintah, tetapi hati yang rela dan bersyukur serta takjub. Sebab Tuhan tidaklah berkompetisi dengan ciptaanNya.
.
Yesus-lah Alasannya Mengapa moral super niceness Layak Dilakukan
Dalam theology dan tradisi orang Yahudi, manusia yang telah jatuh ke dalam kuasa dosa hanya bisa menjadi kudus bila telah dilakukan penebusan. Sebab bila anda mengampuni dan menebus seseorang, maka ada harga yang harus dibayar untuk membuat yang dirusak itu baik kembali. Pertama, adalah kesediaan untuk menanggung dan yang kedua adalah kesediaan untuk membayar lunas.
Jadi kalau mobil kesayangan anda dipinjam oleh seorang teman, kemudian menjadi rusak karena teman itu menabrak pohon, maka PENGAMPUNAN TOTAL dari anda artinya anda bersedia menanggung rasa kesal, amarah, sebal, dan lain-lain atas teman anda itu terhadap diri anda sendiri. Kedua, anda harus membayar harga supaya mobil itu bisa diperbaiki dan menjadi baik kembali (pemulihan ciptaan).
Dalam kekristenan pengampunan adalah sesuatu yang berharga dan bukan barang murahan. Sebab dosa adalah sesuatu yang mengerikan, yang tidak bisa dilenyapkan dari kekekalan hanya dengan berucap ‘saya ampuni’ tanpa ada harga yang harus dibayar, tanpa ada pengorbanan apapun. Oleh karena itu Yesus tidak boleh menghindar dari salib bila Dia ingin menebus dan mengampuni dosa manusia. Yesus mati di kayu salib. Artinya Dia bersedia menanggung akibat mengerikan dari dosa dan bersedia membayar lunas dengan kesucian diriNya yang tidak berdosa, sehingga pemulihan hubungan dan pemulihan ciptaan dengan sang Khalik dapat terjadi.
Kalau anda telah melakukan pengampunan total buat orang yang membuat mobil anda rusak. Maka orang itu, kalau tahu diri, dia akan merasa sangat berterimakasih dan bersyukur karena telah diampuni sampai sebegitunya. Itu adalah sikap yang sama seperti orang Kristen terhadap Yesus. Tetapi jauh lebih agung. Sebab itu adalah lambang cintaNya – kepada orang-orang yang berdosa (kasih yang mendahului), yang terhukum binasa.
Oleh karena itulah dalam ritual orang Yahudi, banyak dilakukan korban persembahan di Bait Suci untuk menebus dosa dan kesalahan yang telah mereka perbuat. Sebab bila anda adalah seorang berdosa dan seharusnya mendapat hukuman mati, tetapi kemudian mendapatkan pengampunan dan penebusan atas segala dosa dan hukuman mati anda, maka rasa syukur dan terimakasih akan timbul mengalir dari hati anda oleh karena penebusan seperti itu. Penyembahan dan ketaatan sukarela hanya akan dapat timbul dengan limpah dari rasa syukur dan terimakasih seperti itu.
Namun penebusan korban dari hewan tak bercacat itu bukanlah penebusan ultimate yang dapat menguduskan mereka secara ultimate – cukup satu kali dan untuk selamanya – itu hanyalah lambang dari apa yang akan datang. Dalam argumentasi Alkitab, Allah mau dan ingin mengampuni dosa manusia karena karakter KasihNya, tetapi Dia tidak bisa mengampuninya dengan begitu saja karena karakter KeadilanNya yang menuntut manusia harus menjalani penghakiman dan penghukuman Ilahi. Dan dua karakter paradox tersebut hanya bisa diselesaikan oleh salib Kristus – dimana Allah yang Maha-adil menjalankan keadilanNya dengan menimpakan hukuman atas dosa manusia kepada Yesus; dan Allah yang Mahakasih menunjukkan kasihNya itu dengan tidak menimpakannya kepada manusia tetapi menanggungkannya atas diri Yesus.
Kristen percaya bahwa roh manusia tidaklah hilang ketika mati, tetapi dia tetap ada berlanjut sampai kepada kekakalan. Bila roh manusia itu kekal dan bila dia adalah roh yang berdosa, maka dia akan mengalami penderitaan akibat dari dosa itu juga dalam kekekalan, artinya selama-lamanya. Sebab itu harus ada yang mau menanggung kepahitan dan kesakitan akibat dosa dan kemudian membayarnya lunas, sehingga kuasa hukum dosa tidaklah berlanjut dan menjalar sampai kepada kekekalan.
Tuhan yang transenden dan Mahakuasa tidak mungkin bisa menderita, apalagi mati. Mustahil. Hanya manusia yang bisa. Namun semua manusia telah berdosa sehingga tidak ada satu orangpun yang layak untuk membuktikan bahwa manusia bisa hidup tidak berdosa di bawah hukum Taurat – dan dengan demikian membuktikan bahwa hukum dosa dan maut itu salah dan tidak memiliki kuasa lagi atas manusia sebagai alat pengadilan Ilahi di akhir zaman.
Tetapi seandainya saja Dia nuzul menjadi setara dengan manusia yang bisa menderita dan mati, maka penebusan seperti itu menjadi mungkin. Yesus yang Ilahi, memberi kabar sukacita kepada semesta dengan jelas: Allah mengasihi manusia dan tidak mau mereka jatuh ke dalam kuasa dosa yang bisa memisahkan manusia dengan PenciptaNya. Oleh karena itu Dia nuzul dengan membuktikan bahwa manusia bisa hidup tidak berdosa sampai detik terakhir lonceng kehidupannya dengan mati di kayu salib.