Salah satu payung hukum alasan pembenar diatur dalam Pasal 50 KUHP yang menyebutkan "tidak dikenakan hukuman pidana seorang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan suatu peraturan hukum perundang-undangan".
Yang terakhir, rumusan Pasal 27 ayat (3) Perppu 10/2020:
"Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ini bukan merupakan objek gugatan yang dapat diajukan kepada peradilan tata usaha negara"
Pembuat Perppu menyadari betul bahwa kebijakan Pemerintah yang diambil untuk mengatasi suatu kondisi/kejadian yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan haruslah memiliki kepastian hukum.
Sebagai salah satu nilai dasar kaidah hukum, yang diketengahkan oleh Gustav Radbruch, kepastian hukum adalah kepastian tentang hukum itu sendiri. Perppu 1/2020 menurut Penulis setidaknya memenuhi empat hal yang berhubungan dengan makna kepastian hukum.Â
Pertama, bahwa hukum itu positif, artinya bahwa ia adalah perundang-undangan (gesetzliches Recht). Kedua, bahwa hukum itu didasarkan pada fakta (Tatsachen), bukan suatu rumusan tentang penilaian yang nanti akan dilakukan oleh hakim, seperti "itikad baik", "kesopanan".Â
Ketiga, bahwa fakta itu harus dirumuskan dengan cara yang jelas sehingga menghindari kekeliruan dalam pemaknaan, di samping juga mudah dijalankan. Keempat, hukum positif itu tidak boleh sering diubah-ubah
Dapat dibayangkan, apabila berbagai kebijakan yang diambil untuk mengatasi pandemi atas dasar Perppu ini diuji di Peradilan Tata Usaha Negara dan dibatalkan oleh Majelis Hakim, maka tentu bukan saja tidak memiliki kepastian hukum, tetapi lebih jauh tujuan lahirnya Perppu ini tidak akan tercapai.
Peran Lembaga Legislatif/DPR Dalam Penerbitan Perppu
Sebagaimana kita ketahui penerbitan Perppu sepenuhnya merupakan kewenangan Pemerintah q.q. Presiden RI, namun demikian berdasarkan ketentuan Pasal 52 ayat (1) UU 12/2011, mengatur bahwa Perppu yang telah diterbitkan harus diajukan ke DPR pada persidangan berikutnya.Â
Yang diajukan Presiden ke DPR bukan langsung materi Perppu, melainkan dalam bentuk Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perppu (vide. Pasal 71 UU 12/2011 juncto Pasal 60 Perpres 87/2014). Anggota DPR tinggal memberikan persetujuan atau tidak. DPR itu diputuskan dalam rapat paripurna.
Jika DPR memberikan persetujuan, maka status Perppu itu berubah menjadi Undang-Undang. Terhadap Perppu yang telah ditetapkan menjadi undang-undangan, berlakukan mekanisme layaknya undang-undang (seperti pengundangan ke dalam Lembaran Negara).