Mohon tunggu...
Bagus Maulana Ikhsan
Bagus Maulana Ikhsan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Mahasiswa

work hard play hard

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hak Asuh Anak Pasca Perceraian Perspektif Hukum Keluarga Islam

25 Mei 2024   09:15 Diperbarui: 25 Mei 2024   09:49 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1. Pengertian Hak Asuh Anak

   Pengertian hak asuh adalah tanggung jawab resmi untuk memelihara dan memutuskan masa depan anak. Lebih jelas lagi, hak asuh adalah istilah hukum untuk melukiskan orang tua mana yang akan tinggal bersama si anak, apakah hal itu telah diputuskan oleh pengadilan atau tidak. Menurut Pasal 1 ayat (5) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa anak adalah setiap manusia yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.Selanjutnya Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memberikan definisi yaitu anak adalah anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih berada di dalam kandungan."Sedangkan menurut Sayyid Sabiq Hak asuh anak dalam hukum Islam dikenal dengan istilah hadhanah, yaitu pemeriharaan anak yang masih kecil setelah terjadinya putus perkawinan.

   Hal ini dibicarakan dalam fiqh karena secara praktis antara suami dan istri telah terjadi perpisahansedangkan anak-anak memerlukan bantuan dari ayah dan/atau ibunya. Pemeliharaan atau pengasuhan anak itu berlaku antara dua unsur yang menjadi rukun dalam hukumnya, yaitu orang tua yang mengasuh yang disebut hadhin dan anak yang diasuh atau mahdhun. Keduanya harus memenuhi syarat yang ditentukan  untuk wajib dan sahnya tugas pengasuhan itu. Dalam masa ikatan perkawinan ibu dan ayah secarabersama berkewajiban untuk memelihara anak hasil dari perkawinan itu.

    Bila kedua orang tua si anak masih lengkap dan memenuhi syarat, maka yang paling berhak melakukan hadhanah atas anak adalah ibu. Alasannya adalah ibu lebih memiliki rasa kasih sayang dibandingkan dengan ayah, sedangkan dalam usia yang sangat muda itu dibutuhkan kasih sayang. Bila anak berada dalam asuhan seorang ibu, maka segala biaya yang diperlukan untuk itu tetap berada di bawah tanggung jawab si ayah. Hal ini sudah merupakan pendapat yang disepakati ulama. Kewajiban membiayai anak yang masih kecil bukan hanya berlakuselama ayah dan ibu masih terikat dalam tali perkawinan saja, namun jugaberlanjut setelah terjadinya perceraian. Islam telah mewajibkan pemeliharaan atas anak sampai anak tersebut telah mampu berdiri dengan sendirinya tanpa mengharapkan bantuan dari orang lain. Oleh karena itu mengasuh anak yang masih kecil adalah wajib karena apabila anak yang masih dibawah umur dibiarkan begitu saja akan mendapatkan bahaya jikatidak mendapatkan pengasuhan dan perawatan, sehingga anak harus dijaga agar tidak sampai membahayakan. Selain itu, ia juga harus tetap diberi nafkah dan diselamatkan dari segala hal yang merusaknya. Pengertian hak asuh memiliki keterbatasan sehingga diperluka peraturan lebih lanjut yang salah satunya dapat menggunakan Pasal 66 Undang--Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, pasal ini mengatur tentang perwalian: "Perwalian adalah pengawasan terhadap anak yang masih berada di bawah kekuasaan orang tua serta pengurusan bendaatau kekayaan anak tersebut, sebagaimana diatur dalam undang -- undang.

    Perwalian, adalah pengawasan terhadap pribadi anak danCpengurusan harta kekayaan seorang anak yang belum dewasa, jika anak itu tidak berada di bawah kekuasaan orang tua.Ayah dan ibu yang akan bertindak sebagai pengasuh/wali disyaratkan hal-hal sebagai berikut:

1) Sudah dewasa. Orang yang belum dewasa tidak akan mampu melakukan tugas yang berat itu, oleh karenanya belum memenuhi persyaratan.

2) Berpikiran sehat. Orang yang kurang akalnya seperti idiot mampu berbuat untuk dirinya sendiri dan dengan keadaannya itu tentu tidak akan mampu berbuat untuk orang lain.

3) Beragama Islam. Ini adalah pendapat yang dianut oleh jumhur ulama, karena tugas pengasuhan itu  termasuk tugas pendidikan yang akan mengarahkan agama anak yang diasuh. Kalau diasuh oleh orang yang bukan Islam dikhawatirkan anak yang diasuh akan jauh dari agamanya.

4) Adil dalam arti menjalankan agama secara baik, dengan meninggalkan dosa besar dan menjauhi dosa kecil. Kebalikan dari adil dalam hal ini disebut fasiq yaitu tidak konsisten dalam beragama. Orang yang komitmen agamanya rendah tidak dapat diharapkan untuk mengasuh dan memelihara anak yang masih kecil.

    Seseorang yang akan melakukan hadhanah, demi kepentingan anak, maka ia hendaklah sudah balig, berakal, dan tidak terganggu ingatannya, sebab hadhanah itu merupakan pekerjaan yang membutuhkan tanggung jawab penuh. Seseorang yang terkena gangguan jiwa atau ingatan tidak layak untuk melakukan tugas hadhanah. Dari kalangan Hambali ada yang menambahkan agar yang melakukan hadhanah tidak mengidap penyakit menular.

   Memelihara anak adalah mempertanggungjawabkan anak itu jangan sampai ia binasa dan celaka, sehingga dapat berakibat pada tidak tercapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Seseorang yang akan melakukan hadhanah harus mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memelihara dan mendidik anak yang diasuh, dan tidak terikat dengan suatu pekerjaan yang bisa mengakibatkan tugas hadhanah menjadi terlantar. Syarat lain yang tidak kalah pentingnya ialah bahwa seseorang yang melakukan hadhanah hendaklah dapat dipercaya memegang amanah, sehingga dengan itu dapat menjamin pemeliharaan anak yang diasuh. Orang yang rusak akhlak dan agamanya tidak dapat memberikan contoh yang baik kepada anak, oleh karena itu tidak layak melakukan tugas ini. Tugas hadhanah termasuk usaha untuk mendidik anak menjadi muslim yang baik dan hal itu menjadi kewajiban mutlak atas kedua orang tua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun