Mohon tunggu...
Bazaruddin Ahmad
Bazaruddin Ahmad Mohon Tunggu... Guru - Berkaryalah

Pernah mengajar di homeschooling kak Seto Solo. Kini Mengabdikan diri di SMA N 1 Pulau Maya. Belajar untuk Menulis. j

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bait Pahit

7 Januari 2016   15:51 Diperbarui: 7 Januari 2016   16:11 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apakah kau kecewa karena aku enggan tidur denganku? Atau karena aku yang terlalu berpikir jauh karena mengganggap malam itu adalah malam yang masuk akal bagi persetubuhan?

Usahaku sudah sampai puncak dan kurasa inilah batas kemampuan yang kumiliki. Mungkin aku dituliskan sebagai lelaki penakut. Biarlah aku mencintaimu dengan sederhana, dengan isyarat tak sempat diucapkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.(1)

***

“Apa kabarmu sekarang?” tiba-tiba kau menghampiriku setelah beberapa bulan menegurpun tidak. Seakan lenyap oleh apa, aku tak tahu.

“Di luar tidak sedang hujan, bukan?” kau hanya tersenyum saat kusindir.

“Tentu tidak, langit malah tampak cerah di sana”

“Kau misterius” lanjutmu

“Apa bukan sebaliknya?” degup jantungku berpacu cepat, sama lajunya ketika kita di Prambanan dulu.

“Sudahlah, kita memang sama-sama misterius. Dan sekarang aku ingin membuka semuanya padamu”

“Uh...” nafasmu panjang terhembus. Seakan berat untuk berkata-kata.

“Kau tahu istilah ayam kampus?” pertanyamu menghenyakkanku. Buku soal penyimpangan sosial yang kupegang jatuh ke bawah secara tiba-tiba.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun