“Tak usah dijawab untuk sesuatu yang sebenarnya tak perlu dipertanyakan” dia menyentuh pundakku, menatap tajam seperti belati baru diasah.
“ya, itu memang milikku. dimana kau menemukannya?”
“Dimana aku menemukannya itu tidaklah penting. Yang penting khan isinya. Aku tersanjung membacanya”
Di luar hujan merintik. Dingin angin mulai mengusik.
***
Hujan November dua tahun lalu
Kutulis namamu sebanyak titik hujan
Biar membanjiri tanah hatiku
Dan kuundang angin bernama badai
Biar ia debarkan jantung saat terhembus namamu
Lelaki itu tak kenal jemu. Satu hari satu puisi ia buat. Terlebih kala hujan sedang bermusim. Tangan dan khayalnya berirama padu menjaring ispirasi. Seperti tangki bensin terpecik api. Sekecil apapun nyalanya mampu membakar gedung bertingkat sekalipun.