Bu Lia menyebutkan nama Prof.Dr.Ir.Josef Prijotomo, M.Arch, sebagai salah seorang yang menjadi inspirasinya. Prof. Josef adalah guru besar yang membangun pengetahuan budaya Nusantara menjadi referensi para arsitek dalam mendesain rumah. Ia melakukan kajian lapangan arsitektur Nusantara di berbagai provinsi.
Kecintaannya pada arsitektur Nusantara ia tuangkan ke dalam 9 buku. Menurutnya arsitektur Nusantara harus duduk setara dengan arsitektur Barat yang selama ini menjadi kiblat. Bahwa dalam era globalisasi adalah peluang mengolah arsitektur Nusantara kekinian untuk disumbangkan pada dunia.
Menurut Prof. Josef , sedikitnya ada dua arsitektur yang tidak bisa disatukan, yaitu arsitektur empat musim seperti di Eropa dan arsitektur dua musim di wilayah tropis. Arsitektur empat musim harus memisahkan diri dari alam, sebab kalau tidak manusia bisa mati karena ada musim dingin yang mengancam hidup. Sedangkan arsitektur dua musim cukup perlindungan atau berteduh dari panas kemarau atau hujan. Arsitektur dengan banyak bukaan di negara-negara tropis tidak akan mengancam keselamatan penghuninya. Karena fungsi bangunannya adalah untuk bernaung.
Selain itu, Bu Lia juga menceritakan salah seorang dosen arsitektur selama kuliah di Pennsylvania bernama Ian McHarg.
“Saya banyak berguru pada pengajar sekaligus dosen wali saya di Pennsylvania University bernama Ia McHarg.”
Penasaran ‘kan siapa yang yang dimaksud Bu Lia? Ian McHarg (20 November 1920 – 5 March 2001) adalah seorang landscape architect dan penulis terkait regional planning using natural systems yang berpengaruh. Ian juga salah seorang pendiri department of landscape architecture di University of Pennsylvania, Amerika Serikat. Bukunya Design with Nature (1969) menjadi pionir dalam konsep ecological planning.
Ian McHarg mempublikasikan hasil risetnya desain dengan alam pada tahun 1967 mengenai kerusakan lingkungan dan adanya degradasi lingkungan di dunia. Istilah – istilah seperti green, ecological design, sustainable design pun mulai muncul.
Istilah sustainable sendiri mulai diperbincangkan sejak Brundtland Commision menuliskan definisi dari sustainable development di tahun 1980. Yang kemudian diikuti oleh kesepakatan bersama di Rio Summit di tahun 1992. Dimana sustainabledidefinisikan sebagai adalah “sebuah pengembangan untuk memenuhi kebutuhan masa sekarang dengan tidak mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. “
Selanjutnya, Bu Lia menjelaskan mengenai penanaman pohon penghijau di sepanjang boulevard (jalan utama) dan semua jalan lingkungan diteruskan. Begitu pula pembuatan taman lengkap dengan tanaman penghijau di setiap cluster.
Bu Lia juga membuat menerangkan adanya tiga danau yang berada di kawasan Alam Sutera. Salah satunya adalah danau buatan seluas tujuh hektar di antara cluster Telaga Biru dan Sutera Riviera yang berfungsi sebagai reservoar, penguapan air, sarana wisata sekaligus sumber cadangan air bersih saat musim kemarau.
Saat Bapedal (Badan Pengendali Dampak Lingkungan) mengukur baku mutu timbal di udara di Alam Sutera belum lama ini, kadarnya hanya 0,24 micron gram/nano meter kubik (nm3), jauh di bawah standar WHO dan pemerintah (masing-masing 0,5 dan 2 micron gram).