Mohon tunggu...
Herman Wahyudhi
Herman Wahyudhi Mohon Tunggu... Insinyur - PNS, Traveller, Numismatik, dan Pelahap Bermacam Buku

Semakin banyak tahu semakin tahu bahwa banyak yang kita tidak tahu. Terus belajar, belajar, dan belajar.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Revolusi Mental Berbasis Keluarga : Renungan dari Acara Nangkring Bareng BKKBN

7 Agustus 2015   23:06 Diperbarui: 7 Agustus 2015   23:06 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika pertumbuhan jumlah penduduk diimbangi dengan sumber daya manusia yang berkualitas maka dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan yang pada akhirnya meningkatkan kejahteraan.  Sebaliknya, jika pertumbuhan tidak diimbangi dengan sdm yang mumpuni maka  hanya akan menambah beban perekonomian.   Akibatnya tingkat pengangguran, kemiskinan, dan kriminalitas akan meningkat.    

Ketiga, jumlah penduduk yang besar.    Indonesia adalah negara dengan penduduk terbanyak keempat didunia, dibawah Amerika Serikat, India, dan Cina.  

Ketiga, penyebaran penduduk yang tidak merata.   Pada tahun 1980 jumlah penduduk desa mencapai 78 persen dari total populasi.   Saat penyebaran antara kota dan desa saat ini hampir seimbang.   Sekitar 50,2 persen tinggal di kota dan 49,8.   Bahkan tahun ini diperkirakan jumlah penduduk kota melebihi jumlah penduduk desa.   Penyebarannya pun tidak merata, dimana 58 persen penduduk berada di pulau Jawa, sedangkan 42 persen tersebar di pulau-pulau lain di Nusantara.  

SESI TIGA

Sesi ketiga atau terakhir menampilkan Pak Suyono (Direktur Analisis Dampak Kependudukan BKKBN).    Awalnya saya pikir beliau orangnya serius dan kaku ternyata penampilan bisa menipu.  Ternyata beliau orang yang suka bercanda dan santai.   Bahasan tentang kependudukan berjalan lancar dan penuh semangat.  

Pada awal pembicaraan beliau langsung mengutip kata-kata Albert Einstein : “Jangan terlalu menganggap besar hal-hal yang besar dan jangan terlalu menganggap kecil hal-hal yang kecil.”

Dalam pemaparannya beliau banyak membahas mengenai bonus demografi .  Hati-hati bonus ini bisa jadi bumerang dan berbalik menjadi bencana demografi.   Bonus demografi ditandai dengan jumlah penduduk dengan umur produktif sangat besar sementara usia muda semakin kecil dan usia lanjut belum banyak.    Diperkirakan pada tahun 2020-2030 jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) akan mencapai 70 persen, sedangkan 30 persen adalah penduduk yang tidak produktif (dibawah 15 tahun dan diatas 65 tahun).  Dalam angka, jumlah usia produktif mecapai sekitar 180 juta, sementara non produktif pada angka 60 juta.

Berbanding terbalik dengan Jepang dan Korea Selatan sebagai ‘Bangsa yang Menua’ (an aging nation) dimana penduduk usia lanjut lebih banyak dibandingkan penduduk usia produktif.  Bahkan dua orang penduduk usia produktif harus menanggung beban satu orang penduduk non produktif.  Usia harapan hidup orang Jepang adalah yang tertinggi di dunia yaitu 86 tahun (bandingkan dengan usia harapan hidup Indonesia mencapai 72 tahun).    

Jika momentum ini gagal dimanfaatkan maka kesempatan untuk menjadi negara besar pun terlewat. Padahal siklus ini berlangsung hanya sekali dalam sekian abad.   Lama sekali hingga menunggu kesempatan itu datang kembali.   

Senada dengan Ketua Yayasan Bhakti Bangsa, Sarwono Kusumaatmadja, bahwa era bonus demografi mesti dimaknai sebagai suatu peluang atau windows of opprortunity.    Meski indeks rasio ketergantungan telah memenuhi kriteria namun jika bonus demografi gagal dimanfaatkan maka yang terjadi justu ledakan penduduk.

Tahun 1871 Paul Ehrlich menulis buku “The Population Bomb” dan kemudian direvisi menjadi  “The Population Explotion” yang mengungkapkan bahwa sudah terlalu banyak manusia di bumi, keadaan bahan makanan yang sangat terbatas, dan lingkungan yang rusak karena populasi yang meningkat.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun