Jika sesi pertama lebih banyak membahas mengenai pekembangan Kota Tangsel dan pertumbuhan penduduk serta permasalahannya. Juga latar belakang terpilihnya Kota Tangsel sebagai tuan rumah puncak acara Harganas. Sesi kedua pembahasan lebih meluas dengan menitik beratkan kepada pertumbuhan penduduk secara nasional serta permasalahan yang dihadapi.
Pada awal acara sempat disinggung mengenai keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak gugatan dari yang diajukan Yayasan Kesehatan Perempuan dan Yayasan Pemantauan Hak Anak (YPHA) terhadap usia minimal bagi perempuan dalam Undang Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menaikan usia minimal perempuan untuk menikah dari 16 menjadi 18 tahun. Pasal 7 ayat 1 UU tentang Perkawinan, batas usia menikah bagi perempuan ialah 16 tahun dan pria 19 tahun.
Alasan MK menolak gugatan tersebut dengan menyatakan bahwa tiada jaminan bahwa jika batas usia minimal menikah perempuan dinaikkan maka angka perceraian akan berkurang. Padahal menurut pengamatan BKKBN berdasarkan data Kantor Urusan Agama, tingkat perceraian dari pernikahan dini mencapai 50 persen.
Sensus nasional pada 2012 hasil kerjasama dengan Perserikatan Bangsa Bangsa Urusan Anak-anak (UNICEF) menunjukkan satu dari empat anak perempuan (25 persen) menikah sebelum usia 18 tahun, bahkan di sejumlah daerah anak perempuan berusia 15 tahun sudah menikah.
Ya, masing-masing pihak memang punya argument yang kuat. Namun berdasarkan ketentuan hukum, keputusan akhir tetap ada di tangan Mahkamah Konstitusi dan BKKBN menghormati keputusan yang sudah diambil. BKKBN sendiri menilai usia ideal untuk perempuan menikah adalah 21 tahun. Tapi sepertinya rencana usulan BKKBN tersebut bakal mental. Wong, gugatan usia menikah 18 tahun untuk menikah saja ditolak.
Berdasarkan pengamatan BKKBN, daerah di Indonesia yang banyak terjadi pernikahan usia muda adalah Sulawesi Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Papua, dan Jawa Barat. Bahkan setiap tahun jumlah mereka yang menikah dini justru semakin banyak. Apalagi di musim penghujan dan musim panen, di kampung akan lebih banyak lagi penganten muda.
Berdasarkan laporan UNICEF (2012), anak perempuan berusia 10-14 tahun lima kali lebih beresiko meninggal saat hamil dan melahirkan dibandingkan dengan perempuan berusia 20-24 tahun. Karena secara fisik, mental dan kesehatan alat produksi, mereka masih belum siap. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun yang sama menunjukkan bahwa angka kematian ibu di Indonesia dalam lima tahun meningkat, dari 228 orang per 100.000 persalinan (tahun 1997) menjadi 359 orang per 100,000 persalinan (2012)
Saya ingat pembantu di rumah orangtua menangis karena dipaksa pulang kampung untuk menikah di usia muda. Padahal pembantu tersebut sebut saja namanya Inah, masih ingin bersekolah atau bekerja. Hingga saat ini saya tidak tahu bagaimana nasib pernikahannya,
Pembicara sempat bertanya kepada beberapa kompasianer,”Kalau Anda berapa bersaudara?”
Ada yang mengatakan tiga, empat, sembilan, bahkan sebelas. Bahkan ayah saya adalah bungsu dari 16 bersaudara. Bayangkan saudara-saudara, 16 bersaudara! Rumah sudah seperti tempat penampungan saja ya!
Saya saja anak cuma dua. Sebagai seorang pns pun anak yang ditanggung juga hanya dua anak, he...he... (adik saya yang bungsu waktu kecil suka menangis karena suka diolok-olak sebagai anak yang tidak diakui negara).