Mohon tunggu...
Giorgio Babo Moggi
Giorgio Babo Moggi Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar yang tak berhenti untuk menulis

Dream is My Life's Keyword.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Honorer, Benang Kusut yang Sulit Diurai?

5 Mei 2019   06:39 Diperbarui: 6 Mei 2019   12:58 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akibatnya, dana BOS tak lagi menjadi "tambahan penghasilan" bagi guru honor yang sudah ada melainkan menjadi "sumber pembiayaan" untuk guru honorer yang baru direkrut. Tentu saja ini dana BOS 15 % ini tidak berdampak apa-apa bagi para guru honorer (Ini hasil berbagi cerita para guru dari beberapa sekolah).

Dapodik, Sebuah Jalan Tengah

Melihat berbagai realitas yang diuraikan di atas, dalam pandangan penulis, masalah guru honorer itu ibarat benang kusut yang susah diurai secara tuntas. Masalahnya bukan berpangkal pada pemerintah atau Jokowi. Masalah itu terjadi sejak awal, jauh sebelum Jokowi memerintah. Nah, apa yang bisa dilakukan untuk meminimalkan persoalan guru honorer?

Masalah guru honorer harus dicarikan solusi. Harus ada jalan tengah yang paling bijak. Menurut penulis, itu harus diawali dari sistim pendataan. Maka Dapodik adalah jalan tengah yang baik, selain dibuatkan mekanisme perekrutan guru honorer.

Dengan pengembangan sistem Dapodik saat ini sangat membantu semua pihak yang berkepentingan dengan dunia pendidikan. Bila mau jujur, Dapodik merupakan sistim pendataan terbaik yang dimiliki pemerintah saat ini.  

Diharapkan pula Dapodik terus dikembangkan atau menambah modul-modul atau fitur-fitur baru untuk menjawab kebutuhan dunia pendidikan. Salah satu modul yang diusulkan adalah fitur perhitungan analisis kebutuhan guru yang di-generate dari aplikasi Dapodik sendiri. 

Dengan demikian, bila terjadi penambahan guru baru, sistem langsung mengunci (by system). Cara ini dapat memangkas mekanisme yang birokratis seperti yang diuraikan di atas dan lebih menjamin tanpa intervensi dalam penambahan PTK baru yang tidak berbasis analisis.

Selain itu, pemerintah harus membuat syarat maksimal guru honorer pada yang berkarya pada setiap sekolah. Karena banyak kenyataan di SMA/SMK baru di NTT, rata-rata gurunya adalah guru honorer kecuali kepala sekolahnya.

Ini pun problem. Bagaimana mereka bekerja secara profesional dengan tanggung jawab yang besar sementara mereka digaji seadanya. Dengan pembatasan jumlah guru honorer pada setiap sekolah, pemerintah berkewajiban untuk mengalokasikan mengangkat  guru PNS melalui mekanisme pengangkatan PNS.   

Penutup

Beberapa solusi di atas layak dipertimbangkan agar dapat mengurai berbagai persoalan seputar guru honorer. Persoalan bukan pada pemerintah tidak mau atau tidak mampu membayar, tetapi kita dihadapkan tata kelola guru honorer yang semau gue. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun