Sementara itu, pemerintah telah melarang perekrutan guru honorer sementara atau moratorium (CNNIndonesia.Com, 13/10/2018). Kenyataan yang terjadi di lapangan, perekrutan guru honorer tidak melewati mekanisme seperti perekrutan CPNS.
Kepala sekolah seolah-olah memiliki otonomi yang luas untuk merekrut para guru honorer. Padahal untuk merekrut guru baru harus melalui proses analisis kebutuhan dan berdasarkan rasio guru dan siswa.Â
Pengalaman penulis sebagai administrator Data Pokok Pendidikan (DAPODIK) Dinas Pendidikan Provinsi NTT (2017-2018) melihat kecenderungan tersebut terjadi. Hampir setiap hari ada permintaan atau e-mail dari sekolah baik sekolah negeri maupun swasta yang mengajukan penambahan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) baru di Dapodik.Â
Tak mengherankan bila dalam Dapodik terjadi lonjakan drastis jumlah PTK baru. Melihat realitas ini, Dinas Pendidikan Provinsi NTT menerbitkan surat edaran kepada para sekolah agar pengajuan penambahan PTK baru harus disertai dengan analisis kebutuhan.Â
Usulan ini kemudian dianalisis dan dipertimbangkan oleh pihak Dinas Pendidikan melalui Bidang Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) sebelum ditambahkan kedalam Dapodik oleh Admin/Operator Dapodik Dinas. Karena kewenangan penambahan PTK baru di Dapodik adalah kewenangan Admin/Operator Dapodik Provinsi.
Perlu Mekanisme Perekrutan Guru Honorer
Cara yang ditempuh oleh Dinas Pendidikan Provinsi NTT bukanlah satu-satunya yang terbaik paling tidak cara itu dapat membantu semua pihak untuk memetakan kebutuhan tenaga guru secara proporsional di setiap sekolah. Karena fakta yang terjadi  perekrutan guru honorer berpotensi  dilatarbelakangi motif KKN.Â
Kepala sekolah tak  mempertimbangkan lagi aspek kebutuhan, yang pentingnya kerabat, keluarga atau anaknya mengajar. Karena alasan ini kadang guru-guru honorer lain menjadi tersisih (sharing guru-guru honorer kepada penulis).
Menurut penulis, dengan mendisain mekanisme perekrutan tenaga guru yang tepat dapat mengurai persoalan guru honorer ini. Tanpa kontrol atau kendali, jumlah tenaga honorer akan bertambah setiap tahun.Â
Bertambahnya jumlah guru honorer, bertambah pula masalah. Pada akhirnya pemerintah pula yang disudutkan seolah-olah tak memperhatikan nasib guru honorer. Padahal Dinas Pendidikan (representasi pemerintah) tak dilibatkan dalam perekrutan.Â
Pemerintah telah menetapkan rambu-rambu, tetapi pihak sekolah, dalam hal ini kepala sekolah tidak mematuhi rambu-rambu tersebut. Sebaliknya mereka mengajukan penambahan guru baru seturut kehendaknya.