Kekerasan selama musim panas 2014 menyebabkan kematian lebih dari 20 gerilyawan dalam bentrokan sengit sejak gencatan senjata ditanda tanggani. Pertempuran terus terjadi di sepanjang garis kontak, pertarungan melibatkan penggunaan senjata kaliber tinggi, tidak hanya senjata ringan.
Saat jumlah korban tewas meningkat, kedua belah pihak terlibat dalam pertikaian sengit. Presiden Azerbaijan, Ilham Aliyev, lewat media sosial menyampaikan ancaman perang untuk memulihkan 'integritas teritorial'. Tahun 2015 bentrokan ini setidaknya menimbulkan korban jiwa sebanyak 56 orang yang termasuk warga sipil di kedua belah pihak.
Antara 1 dan 5 April 2016, pertempuran sengit di sepanjang garis depan Nagorno-Karabakh menyebabkan 88 tentara Armenia dan 31–92 tentara Azerbaijan tewas. Seorang tentara Armenia dan tiga tentara Azerbaijan juga hilang. Selain itu, 10 warga sipil (enam Azerbaijan dan empat Armenia) juga tewas.
Pada tahun 2017, konflik juga masih terjadi tetapi tidak separah tahun-tahun sebelumnya. Konflik terjadi pada pertengahan tahun 2017 dimana pasukan Armenia menyerang desa Alkhanli di Azerbaijan dengan menggunakan mortir dan granat pada 4 Juli 2017. Pada penyerangan tersebut 2 warga Azerbaijan terluka, dimana satu korban merupakan balita berusia 2 tahun dan korban lain adalah nenek balita tersebut. Pada 10 Oktober 2020 lalu, namun saling serang kembali terjadi.
 Terbilang sejak tanggal 27 September, Armenia telah melakukan pelanggaran atas perjanjian gencatan senjata dengan Azerbaijan dan terus menembaki tentara Azerbaijan, warga sipil, dan berbagai obyek sosial di negara tetangganya tersebut. Sampai dengan 11 Oktober, korban jiwa di antara kedua pihak telah mencapai lebih dari 300 jiwa dan ribuan orang terpaksa mengungsi ke lokasi yang lebih aman.Â
Menurut pantauan Yasmi, Armenia secara sengaja menargetkan warga sipil di daerah yang padat penduduk di wilayah Azerbaijan seperti desa Gapanli dari distrik Tartar, desa Chiragli dan Orta Garavand dari distrik Aghdam, Alkhanli, desa Shukurbeyli dari distrik Fuzuli dan desa Jojug Marjanli dari distrik Jabrayil.Â
Hal ini merupakan pelanggaran berat terhadap norma hukum internasional, khususnya hukum humaniter internasional dan ketentuan yang relevan dari Konvensi Jenewa.
Upaya Penyelesaian Perang Armenia-Azerbaijan
      Uni Soviet saat itu tidak bisa menekan pelanggaran yang dilakukan oleh Azerbaijan dikarenakan Soviet dianggap ikut campur dalam urusan dalam negeri Azerbaijan dan mengancam akan melakukan banding.Â
Akhirnya Uni Soviet secara resmi menolak permintaan Nagorno-Karabakh Sementara itu, pihak internal Nagorno- Karabakh telah menyetujui sebuah resolusi yang disampaikan ke perwakilan Uni Soviet, yang mana isi resolusi tersebut berupa tuntutan agar pihak otonom Nagorno-Karabakh dan pihak Armenia kembali dipertemukan.Â
Namun badan informasi Azerbaijan mengumumkan tidak akan pernah menyetujui tuntutan tersebut, pihak Azerbaijan meningkatkan tekanan terhadap aktivis Armenia di Nagorno-Karabakh untuk menghentikan eskalasi konflik. Masyarakat Nagorno-Karabakh yang mayoritas orang Armenia mendukung penyatuan dengan Armenia dan menyerahkan kepada Uni Soviet untuk mendapatkan resolusi terbaik masalah ini.Â