Asal-usul konflik di Nagorno-Karabakh terjadi pada abad ke-19- an, ketika Armenia dan Azerbaijan sama-sama mempertahankan kawasan ini. Wilayah didominasi (94%) oleh penduduk Armenia yang dipindahkan ke Soviet Azerbaijan sebagai bagian dari kebijakan Joseph Stalin pada tahun 1923 (UNDIP, n.d.).Â
Meskipun rezim Soviet otoriter, Karabakh Armenia secara berkala memperebutkan status enclave dalam perjalanan dari 70 tahun pemerintahan Soviet dan dimohonkan akan ditransfer kedalam wilayah Republik Sosialis Soviet Armenia pada tahun 1945, 1965, 1977, dan 1987, tetapi semua upaya ini ditolak oleh Uni Soviet. Uni Soviet akhirnya memutuskan untuk menjadikan Nagorno–Karabakh sebagai wilayah dari Azerbaijan dengan status otonomi khusus pada tahun 1923.
Penyebab terjadinya konflik disebabkan perebutan wilayah. Dimana Nagoro-Karabakh merupakan wilayah di Kaukasus Selatan. Secara De Facto wilayah tersebut adalah milik Azerbaijan namun secara De jure wilayah tersebut diaku sebagai bagian dari Arnemia karena wilayah tersebut diduduki oleh populasi etnis Arnemia.Â
Kaukasus merupakan wilayah pegunungan yang penting secara strategis di Eropa Tenggara. Selama berabad-abad berbagai kekuatan di wilayah ini, baik penganut Kristen maupun Muslim, bersaing memegang kendali di sana. Armenia dan Azerbaijan modern menjadi bagian dari Uni Soviet ketika dibentuk pada 1920-an.Â
Nagorno-Karabakh adalah wilayah mayoritas etnis Armenia, tetapi Soviet memberikan kendali atas wilayah tersebut kepada otoritas Azerbaijan Baru setelah Uni Soviet mulai runtuh di akhir tahun 1980-an, parlemen regional di Nagorno-Karabakh secara resmi memilih bergabung ke Armenia (Indonesia, 2020b). Azerbaijan kala itu berupaya menekan gerakan yang menghendaki Nagorno-Karabakh menjadi bagian Armenia.Â
Di sisi lain, Armenia mendukung kelompok itu. Situasi ini menyebabkan bentrokan etnis. Setelah Armenia dan Azerbaijan mendeklarasikan kemerdekaan dari Uni Soviet, perang pun pecah di antara dua negara tersebut.
Teori
Liberalisme merupakan teori dari kajian Ilmu Hubungan Internasional yang memandang optimis negara sebagai suatu lembaga konstitusional yang dapat menjamin keteraturan hidup antar masyarakat. Menurut John Locke, negara terbentuk atas manusia dan ditunjukan guna menjamin kepentingan serta kesejahteraan umat manusia. Immanuel Kant menyatakan tentang rule of law, dimana Kant melihat adanya perdamaian dunia atas prinsip dasar berinteraksi (Dugis, 2018).
Liberalisme memandang positif bahwa sifat, akal, dan prinsip rasional manusia dapat digunakan dalam melakukan pemecahan masalah yang ada dalam sistem Internasional. Kaum liberalis percaya bahwa setiap individu memiliki banyak kepentingan yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai aksi sosial sehingga dapat menghasilkan manfaat bagi seluruh orang (Kurniawan, 2011).Â
(Sorensen, 1999) dalam bukunya mengemukakan lima dasar dari liberalisme, yaitu: 1) negara menjamin kebebasan individu; 2) memiliki pandangan yang positif terhadap sifat manusia, 3) memprioritaskan akal pikiran dengan mengutamakan prinsip rasionalitas; 4) memaksimalkan peran aktor non negara; 5) kebebasan, kerjasama, kemajuan dan kesejahteraan.
Immanuel Kant dalam (Doyle, 2005) menyatakan bahwa dalam menciptakan perdamaian dunia, terdapat tiga sumber utama di dalamnya, yaitu: sumber konstitusional, internasional, dan kosmopolitan. Dalam pandangan liberalism, demokrasi merupakan sebuah upaya dalam memenuhi kebutuhan hidup individu dalam bermasyarakat melelui sistem politik.