Demikian juga Ono, anak kelas lima SD iberambut lurus itu matanya sibuk berkeliling. Menikmati perjalanannya, tapi hatinya kebat - Â kebit memikirkan pertemuan dengan Ayah kandungnya di rumah sakit Kusta nanti.
Apakah ayah mengenali dirinya, ataukah ia bisa mengenali  ayahnya. Meskipun ada foto close up hitam putih, itu waktu Ayah Rumedjo masih muda.
Jujur hati Ono dag dig dug, anak yang beruntung disayangi ayah angkatnya seperti anak kandung, berusaha menyembunyikan perasaan yang penuh gejolak ini. Sementara sang Ayah lebih pendiam tidak secerewet biasanya. Meski lebih banyak menutup mulut. Hati Ayah dan Anak ini sebenarnya  ramai dan sibuk sekali.
"Ono, sesuai janji Ayah, kamu siapkah bertemu Ayah kandungmu, sebentar lagi ?", Selidik Ayah angkat Ono, sambil memandang anak angkat semata wayangnya lekat - lekat.
Ono  tidak menjawab, hanya menganggukkan kepala keras keras. Ayah tersenyum cemas. Ono senyum getir. Siang yang penuh perasaan.
Tibalah mobil mereka, masuk ke pelataran Rumah Sakit Kusta Sitanala, setelah masuk pos satpam, Ayah berhenti bertanya posisi ruang ayah.
"Bangsal rehab medik dimana ya Pak ?", tanya Ayah. Satpam menunjukkan  arah lurus ke belakang. Gedung paling belakang.
Ayah melajukam Inova-nya pelan  - pelan karena sudah memasuki komplek rumah sakit. Terlihat  beberapa orang mantan penderita merapikan pagar semak dan menyapu jalanan.
Mereka terlihat kurus.mukanya menghitam. Ada yang tangan atau jemarinya cacat, memegang sapu dan parang sebisanya, merapikan pohonan.
Sungguh kerja luar biasa, memakai perasaan dan pengabdian.
Mata Ono terus menjelajah setiap muka laki - laki disana, adakah wajah Ayah kandungnya. Walau hanya berpedoman foto hitam putih, yang diambil dua puluh tahun lalu.
Tapi wajah yang dirindukan itu belum ditemukan juga. Dada Ono menguap bengkas. Kosong tanpa isi.