Mohon tunggu...
gurujiwa NUSANTARA
gurujiwa NUSANTARA Mohon Tunggu... Konsultan - pembawa sebaik baik kabar (gurujiwa508@gmail.com) (Instagram :@gurujiwa) (Twitter : @gurujiwa) (Facebook: @gurujiwa))

"Sebagai Pemanah Waktu kubidik jantung masa lalu dengan kegembiraan meluap dari masa depan sana. Anak panah rasa melewati kecepatan quantum cahaya mimpi" ---Gurujiwa--

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

(Dari Cerita Nyata) Ono

11 Oktober 2020   13:26 Diperbarui: 12 Oktober 2020   01:02 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ini Kopi wamena kiriman paman kemarin ya?" tanya Ayah sambil menyeruput kopi tubruk bikinanku. Sambil tangan kirinya mengusap rambut kritingnya. Gerakannya khas, kalau sedang senang.

Aku menganggukkan kepala, hendak melangkahkan kaki keluar, main dengan teman-teman rencanaku.

"Mau ke mana kamu Ono?" tanya Ayah lembut, santai berbeda dengan gaya orang Indonesia timur yang bergegas. Seperti dihipnotis
Aku duduk menuruti perintah matanya.

"Kamu sudah balek, sudah kelas lima. Salah kalau ayah tidak bicara sebenarnya. Intinya Ayah sayang sekali sama kamu Nak, tapi Ayah harus buka rahasia ini. Demi kebaikanmu. Kamu siap?" tanya Ayah menyelidik menatap mataku dalam-dalam.

Aku hanya menelan ludah. Tertegun mencoba menerka arah bicara Ayah. kalau sudah begini aku hanya bisa mengelus rambut lurusku, mirip kebiasaan orang yang paling kuhormati.

Ayah menyeruput kopinya sampai hampir habis. Beliau penikmat kopi, biasanya berlama-lama, tidak cepat menenggak habis. Rupanya percakapan penting ini membuat pria tegar ini, haus batin.

Ruang tengah rumah kami yang demikian luas, pelan-pelan menyempit, kami begitu fokusnya. Intim. Tali rasa kami, selaku Ayah dan anak bergetar keras, tidak seperti biasanya.

"Ono, setelah Ayah bicara apa adanya, Ayah iklas, bila akhirnya kamu masih sayang atau tidak. Ini pilihan hidup, Ayah tidak bisa menyimpan rahasiamu terlalu lama. Sebagai laki-laki kita harus bertanggung jawab dan menanggung resiko." Urai Ayah tegar.

"Maksud Ayah, Ono ada salah?" tanyaku menahan rasa. Aku tidak suka percakapan yang melelahkan jiwa begini.

"Tidak, Ayah meluruskan sejarah saja. Ono, anakku... sebenarnya Aku bukan ayah kandungmu.." papar Ayah dengan mata berkaca-kaca, belum pernah aku melihat ayah begitu penuh perasaan. Seperti ada bunyi petir menggelegar, meledak di tengah ruang rumah kami. Aku gugup. Spontan kupegang gelas kopi Ayah dan kuminum.

Tawa Ayah meledak, melihat tingkahku yang seperti komika pelawak tiba-tiba. Melihat Ayah tertawa. Aku pun ikut tertawa getir. Suasana berubah cair, walau kemudian Ayah menyampaikan berita kebenaran tentang jati diriku sebenarnya.

Menurut Ayah, ayah kandungku adalah Rumedjo, asal Kebumen, sekarang beliau di rawat di Rumah Sakit Kusta Sitanala. Dulu, Ayah mengambilku dari pak Rumedjo saat Rumah Sakit itu masih di Lenteng Agung, di jaman Belanda.

Aturan dokter-dokter Belanda itu tegas dan keras. Ibuku Ruminem juga penderita kusta. Anak dari orang tua penderita, harus dibesarkan, terpisah dari kedua orang tuanya, agar tidak tertular kusta.

Begitulah Ayahku Felix yang bersahabat dengan Pak Rumedjo, akhirnya membuat kesepakatan mengangkat anak. Cuma karena aku sudah akil balik Ayah harus membuka semuanya.

"Ono, rumah besar ini milikmu nantinya, Ayah Felix ini juga tetap Ayahmu. Kamu siap bertemu Ayahmu di Rumah Sakit Kusta?" tanya Ayah sambil menghabiskan sisa kopi. Kali ini ampasnya pun beliau telan. Pahit pasti.

Kejujuran betapapun pahitnya, harus disampaikan, begitu mungkin pesan yang tak terkatakan ayah.

"Kapan kamu siap bertemu Ayah kandungmu?" tanya pungkas beliau.

Lagi-lagi aku tersedak di dalam dada.sulit bernafas. Aku tak bisa berpikir.

*
(Kawan, menurutmu apakah aku harus bertemu dengan ayah kandungku?
Beliau penderita kusta, apa aku siap?
Mohon saranmu..)

***
Ono mengagumi mobil dinas direktur atasan Ayahnya. Kijang inova terbaru. Bagian dalamnya wangi, kulit kursinya krem dari kulit sapi terbaik katanya. Tatanan dalamnya seperti didalam kabin pesawat saja.

Perjalanan dari Jakarta ke Tangerang terasa singkat. Karena lewat tol, dan kelenturan serta kesenyapan mobil kelas mewah, terasa amat nikmat.

Ayah matanya lurus memandang jauh ke depan. Memastikan arah perjalanan lancar, sambil memegang setir. Tapi sedikit - sedikit ia mencuri pandang, memastikan anak tunggal angkatnya, siap ketemu ayahnya.

Demikian juga Ono, anak kelas lima SD iberambut lurus itu matanya sibuk berkeliling. Menikmati perjalanannya, tapi hatinya kebat -  kebit memikirkan pertemuan dengan Ayah kandungnya di rumah sakit Kusta nanti.

Apakah ayah mengenali dirinya, ataukah ia bisa mengenali  ayahnya. Meskipun ada foto close up hitam putih, itu waktu Ayah Rumedjo masih muda.

Jujur hati Ono dag dig dug, anak yang beruntung disayangi ayah angkatnya seperti anak kandung, berusaha menyembunyikan perasaan yang penuh gejolak ini. Sementara sang Ayah lebih pendiam tidak secerewet biasanya. Meski lebih banyak menutup mulut. Hati Ayah dan Anak ini sebenarnya  ramai dan sibuk sekali.

"Ono, sesuai janji Ayah, kamu siapkah bertemu Ayah kandungmu, sebentar lagi ?", Selidik Ayah angkat Ono, sambil memandang anak angkat semata wayangnya lekat - lekat.

Ono  tidak menjawab, hanya menganggukkan kepala keras keras. Ayah tersenyum cemas. Ono senyum getir. Siang yang penuh perasaan.

Tibalah mobil mereka, masuk ke pelataran Rumah Sakit Kusta Sitanala, setelah masuk pos satpam, Ayah berhenti bertanya posisi ruang ayah.

"Bangsal rehab medik dimana ya Pak ?", tanya Ayah. Satpam menunjukkan  arah lurus ke belakang. Gedung paling belakang.

Ayah melajukam Inova-nya pelan  - pelan karena sudah memasuki komplek rumah sakit. Terlihat  beberapa orang mantan penderita merapikan pagar semak dan menyapu jalanan.

Mereka terlihat kurus.mukanya menghitam. Ada yang tangan atau jemarinya cacat, memegang sapu dan parang sebisanya, merapikan pohonan.
Sungguh kerja luar biasa, memakai perasaan dan pengabdian.

Mata Ono terus menjelajah setiap muka laki - laki disana, adakah wajah Ayah kandungnya. Walau hanya berpedoman foto hitam putih, yang diambil dua puluh tahun lalu.

Tapi wajah yang dirindukan itu belum ditemukan juga. Dada Ono menguap bengkas. Kosong tanpa isi.

Sekarang laju mobil melewati bangsal perawatan. Disitu situasi lebih ekstrim lagi, para penderita yang masih diperban lukanya, atau masih dalam perawatan terlihat wajahnya semua mendekati jendela atau pintu, yang diselasar juga penasaran ada mobil.masuk ke halaman parkir.

Bila Rumah Sakit Umum banyak yang  menengok pasien sakit. Rumah Sakit Jiwa jarang yang menengok, sementara Rumah Sakit Kusta lebih jarang lagi. Makanya Masuknya Inova Putih, siang ini merupakan berita besar. Siapa yang datang ?

Semua berharap, tentu sanak saudaranya yang datang. Tapi semua kecewa juga. Mereka tahu, hanya Rumedjo yang beruntung.

Dari kejauhan seorang lelaki tua, berambut putih, dengan tangan cacat, kanan dan kiri hampir tanpa jari. Dan jari kaki yang terpapas. Mukanya keriput, setengah terbakar. Melambaikan tangan dari tengah pintu bangsalnya.

Puluhan rehabilitan beranjak siaga. Semua berharap ada momen cinta yang berharga mereka lihat. Pelukan melankolis ala film bollywood, india. Semua menahan nafas.

Ayah membuka pintu sopir mobilnya lalu membuka pintu kiri untuk menurunkan Ono, bunga hati, semata wayangnya. Pria keturunan Papua, tinggi atletis berambut keriting itu menalikan sepatu Ono yang terlepas. Lalu ia pegang pundak anak laki - lakinya. Ditepuk -tepuknya dengan sepenuh rasa cinta dan bangga. Ono menguatkan batinnya. Mencoba laki - laki dewasa.

"Ono, kamu siap ya Nak ?", tanya Ayah menguji nyaliku. Ono menganggukkan kepala keras.mencoba tersenyum, demi membeli keyakinan Ayahnya.

"Seperti kata Ayah semalam, Ono mau coba jadi laki - laki, yang berbakti kepada Ayah kandung Ono", tegas anak lelaki baru gede itu.

"Bagus. Sana. Ketemu Ayah sejatimu!", tepuk Ayah ke punggung Ono, memberi semangat.

Ono mencoba berjalan gagah ke arah Rumedjo Ayah kandung yang ditunjuk Felix, Ayah angkatnya. Di ujung sana, Rumedjo mencoba berdiri tegar dan melangkah tertatih perlahan. Mendekati anak kandiungnya, Ono.

Tetapi semakin mendekat, para rehabilitan yang menonton juga ikut mendekat dan membuat suasana tidak nyaman. Pelan - pelan ada perasaan takut dan gemetar yang menghentikan langkah anak laki - laki ini.

Tepat 10 meter, menjelang tubuh ayah kandungnya. Ono tak sanggup melangkahkan kaki lagi. Berat, nyalinya gemetaran melihat puluhan orang cacat merubung seperti itu. Kemudian diam - diam dia juga takut tertular Kusta Apabila ia bersentuhan dengan ayahnya yang cacat.

"Ono, ayo maju terus anak Ayah jangan takut, itu sungguh Ayah kandungmu ! ", teriak Ayah Felil dari belakangnya sambil mendekati anak lelaki yang gemetaran ketakutan.

"Jangan Felix. Jangan, biarkan Ono, nanti juga dia tahu sendiri. Ono ini bapakmu Nak, Rumedjo", kata Ayah itu sambil memgacungkan dua tangannya yang cacat. Menyambut kedatangan anaknya dari kejauhan.

Ayah Felix, mendekati Ono, yang berdirinya belum goyah, sebelum pingsan. Lelaki cekatan itu, menampung tubuh anak itu.

"Kak Rumedjo, ini anakmu Ono, dia ingin ketemu dirimu, tapi belum siap sepertinya. Gimana ini Kak?!", tanya Ayah Felix.

"Tidak apa, belum waktunya. Beri dia waktu. Terima kasih Felix kau rawat anakku Ono sehat, gagah dan berani. Terima kasih. Pulanglah, aku sudah bahagia melihat wajah anakku langsung",urai Ayah Rumedjo terbata.

Suasana demikian sunyi. Beberapa rehabilitan meneteskan air mata. Ayah Rumedjo berkaca - kaca. Ayah Felix, berurai air matanya. Beberapa tetes air matanya mengenai pipi anak mereka bersama yang pingsan.

Ono tidak tidur, pikirannya melayang -  layang jauh kemana - mana. Ia seperti berenang dari rawa kecil menuju sungai lebar lalu menuju lautan luas.

*
(Kawan, apakah Ono terlalu lemah untuk mencoba bertemu ayah kandung Ono. Apa Ono mundur saja daripada terjangkit kusta?
Menurut kalian Ono harus bagaimana ?)

***
Sudah seminggu ini, Ono tidak mau makan dan minum.Badannya kurus kering. Hanya sedikit yang bisa dia makan, puding, mangga, sedikiit bubur dan air putih saja. Mata Ono cekung, kurus. mungkin Ono sudah kehilangan berat badan 5-7 kilogram.

Lantaran makin hari makin lemas, terpaksa Ayah meminta bantuan Bu Ina perawat tetangga rumah untuk memasang slang infus Ono. Barulah air muka anak lelaki kelas lima SD terlihat memerah dan semangat hidupnya ada lagi. Tidak lemas lagi.

Ayah senang dengan kemajuan positif kesehatan Ono. Apa saja yang diminta anak asuh semata wayang itu, pasti diberikan.

Segala macam mainan, terakhir.Ono minta radio. Ayah membelikan radio mini, berbentuk roket segitiga. Ono senang sekali. Loncat - loncat ia di atas ranjangnya, senang sekali, menerima kotak ajaib yang bisa menerima siaran stasiun radio.dari mana saja.

Sekarang siang malam, radio mini antik itu selalu berbunyi menghibur hati Ono, juga menghibur Ayah tunggalnya. Ibu angkatnya meninggal saat Ono masih balita, baru berumur tiga tahun, maka Ayah sangay sedih bila Ono sakit. Hanya Ono yang mengisi ruang sunyi hati Ayah.

Untunglah, berangsur Ono sehat dan nakal lagi.

"Kalau sudah cekatan begini, berarti besok bisa sekolah lagi, ya..", pinta Ayah sungguh - sungguh. Ono merengek.manja. dia menggelengkan kepala kuat - kuat. Ayah melotot galak, sambil berkacak pinggang. Ono menyerah. Mengangguk.

"Tapi Ono, masih lemas Ayah", rajuk Ono.

"memang kamu tidak.kangen sama teman - temanmu, bu Guru IPA mu siapa itu?", tanya Ayah mengernyitkan.dahi.

"Ha ha ha, mana bisa Ayah lupa.nama Ibu Imelda yang cantik itu. Dia belum punya suami Ayah..", goda Ono tangkas.

"Kamu pikir Ayah suka ya..?",hardik Ayah.memguji.

"emang nggak?", serang Ono lagi .
"Bohong !",  teriak Ono

Ayah terkikik. Ono tergelak. Dalam batin, Ayah bersyukut melihat Ono perlahan.sehat lagi. Beliau prihatin, Ono terguncang dan terpukul batinnya, setelah melihat Ayah kandungnya cacat dan pernah mengidap.kusta.

Begitulah, dua hari.kemudian Ono bangkit dan kembali bisa bersekolah. Semua teman kelas 5A, menyambutnya dengan riang dan rindu. Mereka berceloteh layaknya anak ayam ketemu cacing lucu.

Pelajatan pun dimulai. Berat buat Ono berkonsentrasi setelah libur delapan hari, shock bertemu Ayah kandung yang jauh dari harapannya.

Ketika bel jam pulang berbunyi. Semua teman satu kelasnya berhamburan keluar. Hanya Ono yang tertinggal karena ia berlambat - lambat, kondisi badannya.belum bisa bergerak cepat. Maklum baru pulih dari sakit.

Bu Imelda yang berjalan santai ke arah kantor, melihat sosok Ono yang sedang melamun sendirian, Guru cantik itu prihatin. Berbelok langkahnya dari.teras, masuk lagi ke kelas.

"Hei Ono, Ono opo, opo Ono ?",canda Bu Guru cantik, tiap kali menyapa Murid cerdas kesayangan dari sejak kelas satu SD. Perempuan ini sudah.menganggap Murid cowok ini seperti anaknya. Ono yang kehilangan ibu dari kecil, melihat guru IPA ini sebagai sosok pengganti Ibu ini, senang.mencurahkan isi hatinya.

Tanpa.diminta, dari bibir anak lelaki ceriwis ini memgalir cerita gempa hatinya, mulai dari pengakuan Ayah Felix yang ternyata cuma Ayah Angkat. Lalu ia dipertemukan dengan Ayah Rumedjo, ayah Kandungnya yang menderita.kusta. kemudian cerita sakitnya.

"Apa, aku juga sakit, tertular kusta Bu?", tanya Ono kawatir.

"Tidak anakku, tidak bakteri.kusta itu kalau kena udara mati. Sulit menular. Kecuali kamu kumpul dari bayi, itupun perlu waktu 10 tahun lebih baru berkembang", jelas Bu Guru cantik sambil mengerjapkan mata indahnya.

Ono sangat berharap mata ibunya seindah Bu Imelda. Baik ibu asuh, maupun ibu kandung yang tak pernah dikenal atau didengar kabar beritanya.

"Ono, kenapa kamu melamun lagi Nak?", tanya Bu Guru cantik sambil mengelus rambut Ono tulus dan sayang.

"Saya kangen Ibu. Tapi wajah kedua ibuku susah kuingat", keluh Ono sendu.

"Tenang, ada ibu Imel, anggap saja aku ibu sejatimu On", pinta Ibu yang masih lajang ini bermohon. Ono tak bisa berkata - kata, keduanya terisak. Haru.

"Ono, dengarkan ibu, temui Ayahmu, beliau bukan penderita, tetapi mantan penderita kusta. Dulu sekali, obat penyakit ini belum ditemukan. Penderitanya dianggap kena.kutukan", papar ibu Imelda lagi.

"kasihan Ayahmu, dia berharap kau peluk dia , ciumlah tangan beliau. Hormati.insyaAllah kuman, bakteri ganas itu sudah mati.dan tidak menular lagi..",nasehat Bu Guru yang penuh perhatian itu.

"Aman ya Bu ?", tanya Ono mencari keyakinan.

Bu Imelda mengangguk.

Esoknya, pas hari libur, tanggal merah. Ono meminta Ayahnya mengantar ke Rumah Sakit Sitanala. Disana ia bertemu dengan ayah kandung yang merindukannnya.

Diciumnya tangan Ayahnya yang cacat nyaris tidak berjari, dengan tulus, pengabdian seorang anak tanpa rasa jijik

Betapapun Ayah kandungnya adalah jalan Tuhan untuk menjadi jembatan kelahiran di bumi yang penuh keberkahan ini.

Ono pun menikmati kehangatan percakapan dirinya tentang masa lalu diantara dua ayah kandung -asuh. Sungguh percakapan batin yang lengkap. Melengkapi 11 tahun lebih, ingatan kasih sayang yang hilang.

"Ayah Rumedjo, Ibuku sekarang dimana ?",tanya Ono ragu dan terbata.

"Ibumu, di surga, badannya kurus, air susunya selalu tumpah. Dia amat kesakitan batinnya karen aturan dokter Belanda dulu tegas, tidak mengijinkan.merawatmu, ibumu juga pemderita.persis delapan bulan kamu ada di bumi dan dirawat Ayah Felix",jelas Ayah Rumedjo parau."beruntung kamu sehat, utuh lahir batin.",tambah beliau lagi.

Ono menangis terisak - isak. Baru saja ia bahagia bertemu Ayah kandungnya, langsung mendapat kabar duka, ibu yang berjasa melahirkannya. Ternyata sudah tiada.

Saat Ono tangisnya makin meninggi, kedua ayahnya.pun refleks memeluk tubuhnya kuat -kuat. Harmoni pelukan itu menenangkannya. Tangisnya pun berhenti.

Baru Ono sadari pelukan kedua Ayah super itu amat menenangkannya. Sekarang ia merasa tak perlu harta apa - apa lagi. Karena dialah anak terkaya di dunia, karen punya dua Ayah yang sangat menyayanginya.

Kawan ada yang cemburu ?
Iri ?
Sampaikan pada Ayahmu untuk terus mencintaimu tanpa henti
Harta yang paling berharga adalah tali batin anak dan Ayahnya.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun