Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lail Al-Qadr, Itikaf dan Tajdid Al-Nafs

1 April 2024   22:14 Diperbarui: 1 April 2024   22:27 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kedua; peristiwa lail al-qadr merupakan malam kemuliaan, keberkahan, kesejahteraan dan seribu bulan. Pandangan ini berangkat dari ayat-ayat dan juga hadis yang berbicara tentang peristiwa lail al-qadr. Penamaan lail al-qadr demikian dikarenakan pada malam itu ada yang spesial. Di antaranya adalah malam diturunkaan al-Qur'an. Pada malam itu Allah menetapkan takdir kehidupan (rezeki, ajal, dan semua peristiwa yang terjadi) selama setahun. Pada malam itu para Malaikat turun ke bumi. Pada malam itu pula Allah melipatgandakan pelbagai amalan saleh yang dilakukan seorang hamba, sampai-sampai amalan saleh itu jauh lebih baik dari seribu bulan.

Peristiwa Lail al-qadr merupakan sebuah nikmat, anugerah dan kado teristimewa dan terindah dari Allah kepada hamba-Nya, terkhusus dan teristimewa hamba-hamba dari kalangan umat Nabi Muhammad saw, umat Islam. Umat-umat lain tidak punya nikmat, anugerah dan kado spesial semacam itu, hatta kitab-kitab mereka turun di bulan Ramadhan juga. Allah memilih dan menetapkan peristiwa lail al-qadr terjadi dalam setiap tahun, tepatnya pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, karena di sana ada cinta Allah kepada umat Islam. Allah mencintai dan menginginkan kebaikan bagi umat Islam, sehingga disiapkan momen khusus bernama lail al-qadr.

 

Karenanya, kita dituntun dan dituntut untuk mencari dan memperoleh lail al-qadr pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan melalui ajaran dan rangkaian proses i'tikaf. Tujuannya bukan dalam rangka mendapatkan wahyu dari langit, akan tetapi dalam rangka untuk mendapatkan bonus keutamaan lail al-qadr lainnya yang disebutkan dan dijelaskan dalam Islam. Sebab, tidak ada lagi wahyu yang diturunkan pada peristiwa lail al-qadr, apalagi wahyu bernama al-Qur'an, pasca meninggalnya Nabi Muhammad saw. Karena, Nabi Muhammad saw adalah penutup para Nabi dan Rasul serta tidak ada lagi Nabi dan Rasul setelahnya (khatam al-nabiyyn l nabiyyn ba'd).

I'tikaf itu sendiri merupakan sebuah aktivitas spiritual yang dilakukan oleh seseorang dalam bentuk berdiam diri di masjid dengan tujuan lebih fokus dan konsentrasi dalam beribadah kepada Allah melalui pelbagai macam saluran amalan saleh, mulai dari membaca al-Qur'an, berzikir, beristighfar, bersalawat dan memperbanyak melaksanakan shalat sunnah. Termasuk melaksanakan ibadah puasa bagi yang tidak mendapat udzur syar'i, khususnya dari kalangan perempuan yang ikut serta dalam proses i'tikaf, tentunya. Sebab, untuk apa beri'tikaf jika tidak melaksanakan puasa Ramadhan tanpa ada udzur syar'inya. Apalagi i'tikaf adalah paket komplit dari ibadah puasa Ramadhan.

Masjid menjadi locus dan episentrum penting dari pelaksanaan i'tikaf. Bahkan proses dan aktivitas i'tikaf hanya bisa dilakukan di masjid di mana tempat ditegakkan shalat berjamaah bersama kaum muslimin. Sebab, i'tikaf dikatakan i'tikaf secara syar'i manakala dilakukan di masjid, bukan di mushola rumah, kantor dan lainnya. Di sana, di masjid, semua jama'ah fokus dan konsentrasi untuk beribadah kepada Allah dengan pelbagai amalan saleh yang dapat dilakukan. Meskipun demikian, jika ada yang memiliki udzur misalnya, bisa melaksanakan i'tikaf di rumah masing-masing. Atau bisa juga mengerjakan sebagiannya di masjid lalu kemudian dilanjutkan di rumah masing-masing.

Intinya, pada sepuluh hari terakhir sebisa mungkin memaksimalkan waktu, kesempatan dan potensi untuk beribadah. Kita perlu untuk memastikan bahwa kita sementara dalam keadaan beribadah ketika terjadi peristiwa lail al-qadr. Misalnya, tengah berdiri shalat, berdoa, berdzikir dan membaca al-Qur'an. Makanya, kalau-kalau tidak ada urusan penting, jangan melewatkan momentum langka dan sangat berharga tersebut. Dengan kata lain, selama masih memungkinkan alangkah baiknya untuk melakukan i'tikaf. Karena, momentum i'tikaf, apalagi perjumpaan dengan peristiwa lail al-qadr, belum tentu didapatkan kembali pada tahun-tahun selanjutnya.

Andaikan saja i'tikaf adalah sebuah madrasah pendidikan ruhani. Laiknya madrasah pada umumnya, ketika memasuki waktu ujian penentuan kelulusan dari sekolah, maka kita akan memaksimalkan segenap waktu, kesempatan dan potensi untuk mempersiapkan diri menghadapi ujian. Tidak ada istilah bersantai-santai dan bermalas-malasan di sana. Pun tidak ada istilah berbangga-bangga diri dan kemampuan yang dimiliki hingga tidak mau mempersiapkan diri menghadapi ujian. Karena, kita ingin memastikan bahwa kita harus bisa lulus ujian bahkan kita berkeinginan kuat untuk keluar sebagai sang pemenang dalam ujian dengan spirit dan intens belajar.

Sama halnya dengan politisi, capres-cawapres dan partai politik yang berkompetisi pada kontestasi Pemilu 2024. Semuanya mempersiapkan diri dan segala sesuatunya agar supaya bisa terpilih menjadi anggota legislatif (DPRD Kota/Kabupaten dan Provinsi, DPR RI dan DPD RI), terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden serta partai politiknya bisa tembus parleme threshold untuk melenggang ke parlemen. Di situ, semuanya bekerja dengan maksimal sebelum Pemilu hingga setelah Pemilu. Meski sebelum-sebelumnya mesin politik mereka sudah bekerja dengan maksimal. Sebab, tidak cukup dengan rangkaian proses, tetapi harus akhirnya juga.

Ada beberapa alasan penting lagi fundament kenapa perlu beri'tkaf dan memaksimalkan ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Pertama; karena i'tikaf merupakan perintah dan sunnah dalam Islam. Kedua; kita membutuhkan namanya lail al-qadr karena di sana banyak keutamaan. Ketiga; peristiwa lail al-qadr merupakan peristiwa misterium meskipun di sana sudah ada kisi-kisi yang disampaikan oleh Nabi saw perihal waktu terjadinya peristiwa lail al-qadr, yakni jatuh pada malam-malam ganjil sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Itu pun tidak ada tanggal yang paten. Karena, lail al-qadr dipergulirkan pada tanggal ganjil dalam setiap bulan Ramadhan.

Termasuk alasan yang terbilang bersifat faktual dan kondisional adalah ternyata tidak setiap tahun umat Islam memasuki dan melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Adakalanya puasanya serentak. Ada juga yang duluan. Ada pula yang belakang. Ada selisihnya hanya satu hari. Ada pula selisihnya sampai tujuh hari. Dalam konteks Indonesia, perbedaan penetapan hari raya keagamaan bisa dilihat langsung di antaranya pada ormas Muhammadiyah dengan NU-Pemerintah.  Pada tahun 2023 puasanya serentak dan lebarannya tidak serentak. Sementara pada tahun 2024 puasanya tidak sama, selisih satu hari, namun lebarannya malah diprediksi serentak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun