Mohon tunggu...
Azis Maloko
Azis Maloko Mohon Tunggu... Penulis - seorang pejalan yang menikmati hari-hari dengan membaca

anak nelayan berkebangsaan Lamakera nun jauh di sana, hobi membaca dan menulis, suka protes, tapi humanis dan humoris

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemilu dan Suksesi Kepemimpinan Nasional: Antara Calon Pemimpin Otentik dan Kosmetik

24 Agustus 2023   10:06 Diperbarui: 26 Agustus 2023   07:01 310
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Itulah di antara manifes ancaman calon pemimpin kosmetik. Sekiranya isme-isme yang mengancam masa depan Indonesia daoat terlihat dengan mudah dari penampilan wajah aslinya dalam setiap kali melakukan aksi-aksinya sehingga memungkinkan bangsa dan negara untuk mengetahui dan bersiap siaga dalam menghadapinya; menekan dan meminimalisirnya sedini mungkin. 

Sementara untuk calon pemimpin kosmetik malah nampaknya agak kesulitan untuk diindentifikasi sehingga bangsa dan negara semacam tidak begitu peduli dan memperhatikannya dalam bentuk melakukan langkah-langkah antisipatif di dalamnya untuk mencegah adanya calon-calon pemimpin berwajah kosmetik dalam pelbagai kontestasi politik kebangsaan setiap lima tahuan sekali.

Ancaman calon pemimpin kosmetik dapat dilihat pada beberapa aspek. Ancaman pertama terkait dengan kredibilitas dan integritas demokrasi. Ancaman ini mengandaikan bahwa keberadaan calon pemimpin kosmetik sangat mengancam kredibilitas dan integritas demokrasi. Sebab, di antara musuh bebuyutan demokrasi adalah praktek-praktek politik manipulatif. 

Ketidakjujuran, kebohongan, ketidaktransparanan, kecurangan dan lainnya adalah bagian dari praktek dan proses kerja politik manipulatif. Semuanya tidak bisa bertemu dan bersemayam aktif dalam alam demokrasi. Bahkan demokrasi malah tidak memberikan ruang sedikit pun di dalamnya. Meskipun, praktek-praktek politik demokrasi di lapangan agaknya jauh berbeda dengan konseptualisasinya.

Ancaman selanjutnya adalah terhadap kebijakan-kebijakan politik dalam bernegara. Sama dengan sebelumnya, ancaman ini juga mengandaikan bahwa seorang calon pemimpin kosmetik sangat mengancam kebijakan-kebijakan politik dalam bernegara demokrasi. 

Karena, logika kepemimpinan kosmetik akan menghendaki dan menuntut agar supaya kebijakan-kebijakan politiknya dalam rangka untuk melanggengkan kepempimpinan kosmetiknya. Di sini pelbagai macam kebijakan-kebijakan politik aneh bin ajaib bermunculan dengan pelbagai macam alasan, mulai dari adanya kegentingan memaksa, bertentangan dengan HAM, untuk kepentingan rakyat dan alasan-alasan lainya yang kadang di luar jangkauan rasionalitas murni dan bahkan rasionalitas hukum sekalipun.

Selain itu, calon politik berwajah kosmetik juga mengancaman kedaulatan rakyat. Ancaman ini mengandaikan bahwa keberadaan calon pemimpin berwajah kosmetik dalam demokrasi sangat mengancam kedaulatan rakyat. 

Sebab, kedaulatan rakyat dimanipulasi sedemikian rupa melalui pelbagai polesan kosmetik yang ditampilkan dalam pelbagai pertunjukan, mulai dari tampilan paling sederhana, merakyat, menggunakan pakaian ala kadarnya, masuk lubang biawak (maksudnya got dan selokan), mencangkul (di) kebun, hingga pada mempersonifikasi eksistensi diri dengan pelbagai simbol-simbol tertentu yang diandaikan sebagai bagian dari produk "politik identik" yang mengancam dan mengoyakan tenun persatuan bangsa, yakni mendadak menggunakan pakaian jubah atau gamis plus sorban, jilbab dan seterusnya.

Ancaman yang tidak kalah mengerikan adalah ancaman terhadap kedaulatan bangsa dan negara. Ancaman ini merupakan akumulasi dari ketiga ancaman sebelumnya. Di mana ancaman ini mengandaikan bahwa calon pemimpin berwajah kosmetik sangat mengancam sekali masa depan kedaulatan bangsa dan negara Indonesia. Mengapa tidak? Calon pemimpin kosmetik ini tidak memiliki standar kredibilitas dan integritas dalam berdemokrasi dan bernegara. 

Sehingga, rentan pula melakukan pelbagai strategi dan taktik yang bersifat manipulatif dalam setiap segmentasi kehidupannya dalam berbangsa dan bernegara. Bisa saja perjalanan karirnya dalam berpolitik, berdemokrasi dan bernegara penuh dengan pelbagai manipulasi.

Misalnya, ketika menjadi calon pemimpin melakukan kebohongan dan kecurangan. Sementara ketika berkuasa menelurkan pelbagai kebijakan politik untuk menyusahkan dan menyengsarakan masyarakat plus mengancam masa depan kedaulatan bangsa dan negara. Hal ini terlihat dari pelbagai kebijakan politik yang tidak berpihak terhadap kepentingan masyarakat. Kebijakan politiknya malah melanggengkan dan menguntungkan hegemoni politik oligarki dan dinasti politik. Selain juga kebijakan politik yang menambah utang negara dalam setiap tahunnya. Di mana saking dahsyatnya utang negara sampai-sampai pertujuh turunan untuk masing-masing anak Indonesia pun diandaikan belum dapat membayar dan melunasinya.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun