Hukum Perkawinan IslamÂ
Hukum Perdata (BW)
Huwelijks Ordonnantie Christen Indonesiers (HOCI)
Pencatatan Perkawinan Setelah Lahirnya UU Perkawinan
Pada tanggal 2 Januari 1974 diundangkan sebagai Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini merupakan RUU tentang perkawinan yang diajukan oleh pemerintah pada 22 Desember 1973, yang selanjutnya diteruskan dalam Sidang Paripurna DPR-RI. Sebagai pelaksananya diundangkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Juga dengan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam.
Yang melatar belakangi lahirnya Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu ide unifikasi hukum dan pembaharuan hukum. Ide unifikasi hukum merupakan upaya memberlakukan satu ketentuan hukum yang bersifat nasional dan berlaku untuk semua warga Negara. Sedangkan ide pembaharuan hukum pada dasarnya berusaha menampung aspirasi emansipasi tuntutan masa kini dan menempatkan kedudukan suami dan istri dalam perkawinan dalam derajat yang sama, baik terhadap hak maupun kewajiban.
Ketentuan pencatatan perkawinan dalam Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terdapat dalam Pasal 1 ayat (2), yaitu: ""Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku." Sedangkan ketentuan instansi pelaksana pencatatan perkawinan terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975, yaitu:
Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.
Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada kantor catatan sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
Sedangkan alat bukti dari adanya peristiwa perkawinan yang sah adalah Akta Perkawinan, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 11, yaitu:
Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan-ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini, kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku,
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!