BAB 9 HUKUM ZAKAT, HIBAH, INFAK, DAN SEDEKAH DALAM HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 675 ayat (1), zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau lembaga yang dimiliki oleh muslim untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya Sehingga bagi seorang muslim yang mengeluarkan zakat akan dapat membersihkan diri dan jiwanya dari sifat bakhil, kikir dan menjadikan hartanya berkah bagi dirinya, keluarga, dan orang di sekitarnya. Bukan hanya harta yang banyak yang didapat namun harta yang terus-menurus tumbuh dan berkembang dalam kebaikan yang dimaksud dengan berkah, baik dari sumber maupun hasilnya.
Dalam Pasal 675 ayat (4) Bab 1 KHES tentang zakat dan hibah, bahwa hibah adalah penyerahan kepemilikan suatu barang kepada orang lain tanpa imbalan apapun. Berbeda sedikit pengertiannya dalam Buku II KHI Pasal 171 tentang hukum kewarisan bahwa hibah adalah pemberian suatu benda secar sukarela dan tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Pada hakikatnya hibah merupakan akad tabarru (sosial) yang dengan adanya akad tersebut tidak mengharapkan imbal jasa secara materil dan manusia.
Selain itu, dalam Pasal 1666 KUH Perdata hibah adalah perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya dengan cuma-cum dan dengan tidak dapat ditarik kembali, menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu
Sedekah ialah pemberian sukarela dari seseorang kepada orang lain yang membutuhkan, baik berupa mater maupun nommateri, minimal seperti tersenyum kepada sesama muslim. Akan tetapi menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 675 ayat (9) sedekah adalah barang yang diberikan semata-mata karena mengharapkan pahala. Adapun infak adalah pengeluaran dari harta seseorang setiap kali ia mendapatkan rezeki sesuai dengan yang dikehendakinya. Dengan kata lain. infak pada dasarnya setiap harta yang dikeluarkan seseorang sesuai dengan keinginannya.
BAB 10 KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA
Dalam penjelasan Pasal 49 huruf b UU No. 3 Tahun 2006 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan waris adalah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris dan pelaksanaan pembagian harta peninggalan tersebut serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang petentu siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahli waris Sedangkan, dalam Buku II hukum kewarisan KHI Pasal 171 hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
Rukun dan syarat waris ada 3 yaitu sebagai berikut:
- Al-Muwaris (Pewaris)
- Mati hakiki
- Mati hukmy
- Mati taqdiry
- Al-Waris (Ahli Waris)
- Tirkah
Asas hukum perkawinan Islam dalam ruang lingkup hukum perdata Islam di Indonesia meliputi beberapa hal sebagai berikut:
- Asas Integritas
- Asas Ta'abbudi
- Asas Huquq Al-Maliyah
- Asas Huquq Thabi'iyah
- Asas Ijbari
- Asas Bilateral
- Asas Individual
- Asas Keadilan
- Asas kematian
- Asas membagi habis harta warisan
BAB 11 JUAL BELI DALAM HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Buku II Pasal 20 ayat 2 bahwa ba'i secara umum berarti jual beli antara benda dengan benda, atau pertukaran benda dengan uang. Dari pengertian secara umum tersebut terkait jual beli adalah akad pertukaran baik benda maupu harta dengan tujuan kepemilikan, dan selain itu jelas bahwa akad jual beli merupakan akad bisnis yang mengandung imbalan materil sebagai akibat dari transaksi tersebut, berbeda dengan akad sosial.