Rukun mudharabah terdiri dari dua orang yang melakukan akad (uqilayn) yang terdiri dari pemilik modal (rab al-mal), pengelola modal (amil atau mudharthy, modal (ra's al-mal), dan keuntungan (ribh)". Bagi aqidaya disyaratkan cakap dalam tawkil dan wakalah, karena amil melakukan daya upaya dalam urusan rah al-ml.
Syarat yang berkaitan dengan keuntungan (ribh) adalah sebagai berikut.
- Keuntungan itu hendaknya diketahui ukurannya oleh kedua belah pihak yang berakad. Tidak diketahuinya ukuran keuntungan dapat menyebabkan rusaknya akad.
- Keuntungan itu hendaknya bagian yang tersebar dan tidak ditentukan secara pasti, dan sebagian dari keuntungan itu bukan dari ra's al-mal, yakni perbandingan persentase Karena jika keuntungan itu terputus yang ditentukan.
Masa berakhirnya mudharabah menurut Wahbah al-Zuhayli, yaitu:
- Pembatalan dan larangan tasharruf atau pemecatan.
- Salah seorang yang berakad meninggal dunia.
- Salah seorang yang berakad gila Muddharabah itu menjadi batal apabila salah satu pihak yang berakad terkena penyakit gila.
- Rab al-mal murtad dari Islam.
- Modal rusak di tangan 'amil.
BAB 17 GADAI DALAM HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA
Gadai menurut Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1150 adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada yang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya dengan pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.
Selam itu, menurut KHES Pasal 20 ayat (14) rahn/gadai adalah penguasaan barang milik peminjam oleh pemberi pinjaman sebagai jaminan.
Gadai memiliki empat unsur, yaitu rahin, murtahin, marhun, dan marhun bih Rahin adalah orang yang memberikan gadai, murtahin adalah orang yang menerima gada, marhun atau rahin adalah harta yang digadaikan untuk menjamin utang, dan murhun hik adalah utang. Akan tetapi, untuk menetapkan hukum gadai, Hanafiah tidak melihat kepada keempat unsur tersebut, melainkan melihat kepada pernyataan yang dikeluarkan oleh para pelaku gadai, yaitu rakin dan murtahin. Oleh karena itu, seperti halnya akad- akad yang lain, Hanafiah menyatakan bahwa rukun gadai adalah ijab dan kabul yang dinyatakan oleh rahin dan murtahin." Dalam Pasal 329 KHES yaitu rukun gadai adalah:
- Ijab qabul (sighat)
- Pihak yang menggadaikan (rahin)
- Pihak yang menerima gadai (murtahin)
- Â Objek yang digadaikan (marhun)
- Â Hutang (marhun bih)
Adapun syarat gadai atau rahn, yaitu:
- Syarat yang terkait dengan aqid (orang yang berakad) adalah ahli tasharaf.
- Syarat shigat (lafad).
- Syarat marhum bih (utang).
- Syarat marhum.
Setelah membaca buku ini saya dapat memahami lebih dalam tentang hukum keluarga dan bisnis dalam Islam, khususnya di Indonesia, dan bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta mengetahui berbagai perspektif dan sudut pandang yang berbeda dalam memahami hukum Islam, terutama dalam konteks hukum keluarga dan bisnis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H