Mohon tunggu...
Ayunina Sharlyn
Ayunina Sharlyn Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Fiksi Amatir

Menulis kisah-kisah sederhana dari kehidupan, berharap ada pesan-pesan baik yang dapat mejadi imspirasi bagi semua orang. Mulai menjadi penulis online tahun 2020 di beberapa platform seperti Noveltoon, Novelme, Goodnovel, Goodwill, Novelgood. Novel yang sudah dicetak bersama Samudera Printing adalah Antara Arnesya dan Agnesia di tahun 2021. Ikut menulis antalogi bersama banyak penulis lain dalam buku bertajuk 'Tentang Rasa' dan 'Hujan' di tahun 2021. Dengan Novelgood bekerja sama dengan Phi Project Entertainment menerbitkan buku 'The Lost Prince' di tahun 2024.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepatu Untuk Tari

25 Januari 2025   13:08 Diperbarui: 29 Januari 2025   13:23 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Sepatu (kredit dari Canva)

            "Hei, Tari!!" Dita memanggil temannya yang sedang duduk melamun di depan rumahnya. Tari menoleh. Dita mendekatinya. "Kamu tidak latihan ke sanggar? Ayo, nanti telat."

            "Gimana ya, Dit ... Aku kayaknya tidak jadi ikut aja, deh," ucap Lestari dengan wajah sendu.

            "Hah?? Kamu tidak bercanda, kan? Kamu paling suka menari. Dan kamu terpilih untuk mengisi acara pagelaran seni. Kok tiba-tiba mau mundur?" Dita memandang Lestari heran.

            "Iya ... gimana? Kayaknya tariannya sulit. Aku tak bisa mengikuti." Suara Lestari makin lirih.

            "Ah, kamu ini main-main, deh. Kamu termasuk yang paling cepat menguasai gerakannya. Kamu kenapa, sih?" Dita merasa ada alasan lain yang membuat Lestari ogah-ogahan latihan lagi.

            "Hmm ... ya sudah, kita pergi." Akhirnya Lestari mau juga berangkat.

            Setelah pamitan kepada ibunya, Lestari berangkat dibonceng Dita menuju Sanggar Tari Anak Nusa. Sanggar ini persis bersebelahan dengan sekolah mereka. Dan guru tari mereka Bu Nani juga guru seni di sekolah mereka. Makanya, untuk pagelaran Hari Anak Nasional, yang merupakan acara sekolah sekota nanti, mereka Latihan di sanggar kalau di luar jam sekolah.

            Sampai di sanggar, sudah banyak teman-teman lainnya datang. Hanya beberapa menit berikutnya Latihan dimulai. Anak-anak semangat sekali. Dita dan Lestari bersama yang lain mengikuti dengan baik arahan Bu Nina selama mereka berlatih.

           "Ayo, kembali ke posisi masing-masing!" seru Bu Nina memberi aba-aba. "Kita akan mengulangi sekali lagi. Jangan lupa perhatikan serong kiri serong kanan, tangan di atas, pandangan mata mengikuti tangan!"

            Anak-anak kembali berbaris di posisi mereka, siap mulai lagi. Instrumen musik tradisional campur modern terdengar mengalun. Dengan gemulai, lenggak-lenggok, anak-anak mengayun tangan, memutar badan selangkah, dua langkah, hingga tarian usai.

           "Ya ... semua hebat!! Ayo, tepuk tangan untuk kita semua!!" Bu Nina puas dengan semangat anak-anak. Dan hasilnya membuatnya tersenyum senang.

           "Sekarang, semua boleh duduk, selonjor, sambil Ibu akan berikan pengumuman," kata Bu Nina.

           Segera anak-anak duduk di lantai, berselonjor dan menunggu apa yang akan Bu Nina sampaikan. Bu Nina memandang mereka semua dengan senyum manisnya.

          "Ibu senang sekali, kalian hebat semua. Penuh semangat dan serius berlatih. Nah, untuk kostum, pakaian sudah disediakan oleh panitia. Ibu pernah sampaikan pada latihan yang lalu. Kalian hanya perlu menyiapkan sepatu kets putih. Apa semua sudah mulai menyiapkannya?" lanjut Bu Nina.

            "Sudah, Bu. Kemarin ayah sudah membelikan aku sepatunya. Keren, aku suka sekali," sahut seorang anak.

            "Ibuku akan mengajakku ke pasar besok, biar aku bisa pilih sendiri modelnya." Yang seorang lagi berkata.

            "Bagus. Masih ada beberapa hari buat yang belum punya. Nah, sepatu itu nanti tetap bisa kalian pakai selesai acara, karena punya kalian sendiri," jelas Bu Nina.

             "Dan ...." Bu Nina meneruskan. "Nanti latihan yang terakhir, gladi bersih di lapangan besar, kalian harus bawa sepatunya. Dicoba sekalian. Bisa, ya?"

             "Iya, Bu! Bisa ...." Bersahutan anak-anak itu menjawab.

             Dita memperhatikan Lestari. Wajah Lestari terlihat makin sedih. Apa karena ini di aga mau ikut nari lagi? Tidak punya sepatu warna putih. Sampai pulang Lestari masih lesu. Dia tidak bicara apa-apa sepanjang jalan pulang.

             "Sudah sampai rumahmu, Tari. Kita latihan lagi hari Kamis. Aku jemput ya?" ujar Dita.

             "Hmm ... Kamis aku pergi. Aku ga bisa latihan. Mungkin tadi terakhir aku bisa ikut," jawab Lestari, terdengar sedih.

             "Ohh??" Dita memandang Lestari yang melangkah masuk ke rumahnya dengan menunduk.

             "Hmm ... aku harus bilang Bu Nina," ucap Dita sambil mengangguk-angguk.

             Dita berbalik arah tidak jadi pulang. Dia kembali ke sanggar menemui Bu Nina. Tepat, Bu Nina ada di depan sanggar hendak pulang.

             "Lho, Dita? Kok balik lagi? Ada apa?" tanya Bu Nina.

             "Maaf, Bu. Kalau saya bilang ibu jangan marah, ya?" Dita mendekati Bu Nina.

             "Memangnya kenapa Ibu harus marah?" Bu Nina sedikit heran dengan ucapan Dita.

             "Lestari katanya tidak bisa ikut menari lagi. Tadi itu latihan terakhir bisa ikut." Dita memandang Bu Nina.

             "Lestari? Kenapa? Dia paling semangat ingin ikut acara ini, Ibu lihat." Bu Nina makin heran.

            "Soalnya ... dia tidak punya sepatu, Bu. Dan, ibunya pasti tidak bisa membeli. Lestari sudah tidak punya ayah lagi. Jadi, ibunya tidak punya uang untuk membelikan sepatu. Lestari memang tidak bilang, tapi aku tahu, Bu." Dita bercerita sambil menunduk, sedikit takut.

            Bu Nina menarik napasnya. Dita ternyata teman yang baik. Dia ingin menolong Lestari rupanya.

            "Iya, Ibu mengerti." Bu Nina mengangguk.

            "Jadi bagaimana, Bu?" tanya Dita.

            "Kita akan mengupayakan Tari bisa memakai sepatu untuk menari." Jawab Bu Nina.

            "Bu, aku punya tabungan, tapi belum banyak. Aku mau pakai tabunganku untuk membelikan Lestari sepatu. Tapi kekurangannya bagaimana ya, Bu?" usul Dita.

            Bu Nina tersenyum. Beruntung sekali Lestari punya teman sebaik Dita.

            "Ibu juga punya tabungan sedikit. Besok di sekolah, kita kumpulkan uang tabungan kita. Lalu kamu belikan sepatu untuk Tari. Gimana?" usul Bu Nina.

            "Sungguh? Ibu mau membantu?" Dita langsung tersenyum senang.

            "Tentu saja. Lestari penari yang bagus. Dan dia ada di posisi depan. Bagaimana dia kalau tidak jadi menari? Hm?" Bu Nina tersenyum lagi.

            "Terima kasih, Bu. Terima kasih." Dengan senyum lebar, Nina meninggalkan Bu Nina, dengan bersepeda dia pulang.

            Bu Nina bangga punya murid yang punya kasih begitu besar pada temannya. Bisa saja Bu Nina langsung membelikan sepatu untuk Lestari, tetapi Bu Nina lebih suka Dita dan Lestari memiliki persahabatan yang indah karena saling memperhatikan.

****

           

            Siang itu, Dita menjemput Lestari untuk pergi latihan ke sanggar. Tiba di depan rumah Lestari, pintu rumah tertutup rapat. Apa benar dia pergi, ya? Dita mendekat ke pintu dan mengetuknya beberapa kali. Tidak ada jawaban.

            "Tari!! Tari!!" panggil Dita sambil kembali mengetuk pintu. Tetap tidak ada yang menyahut.

            "Tari!! Tari!! Ini Dita!!" Lagi Dita memanggil lebih keras. Sepi, tidak terdengar apapun.

            Dita balik badan hendak pergi dari situ. Tiba-tiba terdengar, "Prraaaannnggg!!!" Bunyi benda jatuh dengan keras.

            "Ah ... dia di dalam," ucap Dita. Jadi Dita lewat samping rumah, menuju ke pintu belakang. Ya, jendela di belakang terbuka.

            Saat Dita melongok ke dalam, Lestari sedang merapikan barang dan makanan yang berserakan di lantai karena jatuh.

            "Hei ... aku panggil ga dengar, ya??" sapa Dita.

            Lestari menoleh pada Dita, lalu sibuk lagi membersihkan lantai. Dita membuka pintu dan masuk.

            "Aku bantu, yuk, biar cepat selesai. Jangan sampai terlambat latihan," kata Dita lagi.

            "Aku tidak ikut, Dit. Kamu pergi saja." Lestari membawa sisa makanan yang sudah dia bersihkan ke dapur.

            "Lihat, aku bawa apa?" Dita mengikuti Lestari.

            Lestari membuang sisa makanan itu dan mencuci tangannya. Baru dia menoleh melihat Dita. Dita mengeluarkan kotak dari tas plastik dan diletakkannya di kursi di sebelahnya.

            "Ini ...." Lestari menunjuk ke kotak itu.

            Dita tersenyum. "Iya ... Buat kamu."

            Lestari memandang Dita. Sungguhkah itu sepatu yang dia perlukan untuk menari nanti?"

            Dita membuka kotak itu, terlihatlah sepatu putih yang cantik. Lestari menyentuhnya. Dia masih tak percaya sekarang dia ada sepatu untuk dipakai menari!

            "Aku pinjam, ya? Kalau selesai acara-"
            "Itu punya kamu, Tari. Aku dan Bu Nina membelikannya untukmu," sahut Dita.

            "Apa? Bu Nina?" tanya Lestari kaget.

            "Iya. Maaf ya, aku bicara dengan Bu Nina, lalu kami mengumpulkan uang tabungan kami, dan bisa membeli sepatu ini. Bu Nina bilang kamu punya bagian penting di tarian kita, kamu tidak mungkin tidak ikut," Dita menjelaskan. Senyumnya kembali muncul lebar.

            Lestari sungguh terharu. Dia punya teman sebaik ini. Ahh ... senangnya!! Lestari memeluk Dita.

            "Terima kasih ya, Dit. Kamu teman yang sangat baik. Aku akan menari sebagus-bagusnya, supaya Bu Nina dan kamu, tidak kecewa. Terima kasih," kata Lestari penuh semangat.

            Dan, tak lama, keduanya ada di atas sepeda, menuju ke sanggar. Terdengar suara tawa dan canda dari kedua anak yang siap menunjukkan kiprah mereka di acara istimewa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun