"Aku bertemu anakku, Mak. Tapi dia tidak mengenaliku sama sekali."
"Maksudmu si Yasmin? Di mana kau melihat dia?"
*
Laki-laki itu, yang sehari-harinya wara-wiri  di sekitar pasar Masomba, tiba-tiba terpaku.Â
Sejenak dilupakannya calon penumpang yang keluar dari gerbang membawa barang belanjaan. Dengan cepat si Dullah menyambutnya dan membantu naik ke atas dokar.
"Yasmin! Yasmin!!"
Seorang gadis remaja yang sedang menikmati es blender dalam gelas plastik, menoleh sekilas. Tapi kemudian kembali menenggelamkan dirinya pada ponsel di tangannya.
Seketika mata Sirajuddin memancarkan semangat hidupnya. Rindu yang lama disembunyikan di bawah tulang rusuk, kini tak kuasa lagi ditutupinya. Hampir sepuluh tahun lamanya Sirajuddin tak bertemu anak semata wayangnya.
Laki-laki itu mendekat perlahan. Diamatinya gadis yang kini hanya tinggal beberapa langkah lagi di depannya.
Benar saja. Gadis itu memiliki postur tubuh yang tinggi seperti Sirajuddin. Kulitnya juga, cenderung gelap meski tampak cukup terawat.
Tetapi laki-laki itu tak sepenuhnya dapat melihat wajah Yasmin. Gadis itu duduk dan menunduk memperhatikan benda di tangannya. Wajahnya dibalut kerudung pashmina hitam yang ditutupi pet hitam di atas kepalanya.Â