Suamiku menangis. Aku menjadi serba salah dan kasihan kepadanya.Â
Aku harus menelepon Joe untuk menanyakan masalah ini. Tapi bukankah hari ini dia akan pulang bersama Clay? Sebaiknya kutunggu saja.
Aku yakin ini adalah pertama kali dalam sepekan nyonya Karren meminta kopi. Itu kalau dia meminumnya dan bukan adikku. Lansia boleh minum kopi tetapi tidak terlalu manis dan juga tidak sangat sering.
Aku beranjak ke kamar ibu dan membiarkan suamiku sendirian. Dia butuh menenangkan dirinya sampai Joe memberikan keterangannya nanti.
Aku mengeluarkan barang-barang dari rumah sakit yang belum sempat kuurus karena jenazah ibu akan segera dikebumikan. Dan saat aku memasukkan pakaian ibu ke mesin cuci, aku menemukan sesuatu dalam saku baju yang dikenakan eaktu itu. Sebuah bungkusan.
Aku mengira ini adalah lipatan kertas berisi desain berikutnya untuk Clay. Ibu selalu menggambar modelnya sebelum mulai merajut.
Tidak, ini bukan gambar. Ini sebuah surat.
Aku buru-buru membaca tulisan tangan nyonya Karren yang hurufnya terlihat agak membingungkan.
"Kau adalah puteraku. Jika ingin menikahi wanita lain, maka kau akan kehilangan ibumu ini."
Aku mengulang membaca beberapa kali. Tapi sampai kepalaku sakit, aku tetap sulit memahami maksud nyonya Karren dengan tulisan itu.
***