Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Misteri Bara yang Menyala

12 Oktober 2021   07:52 Diperbarui: 12 Oktober 2021   08:00 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Misteri bara yang menyala|foto by Murniasih Santoso 

Malam mulai menutupi wajah pedesaan tempat kami berkemah. Suasana semakin hening saja. Perjalanan dimulai sejak pagi, agar sebelum zuhur kami bisa bersiap-siap.

Kalau boleh jujur, aku ingin berterima kasih kepada pihak sekolah selaku penyelenggara rapat. Dari sana diputuskan kegiatan apa untuk menandai pelepasan siswa kelas IX. Ini akan menjadi kenangan paling manis antara aku dan Ariel.

Kami memang baru tiga bulan jadian. Sepertinya cinta memang tak mengenal ruang dan waktu. Kalau dipikir-pikir, untuk apa memulai hubungan menjelang kelulusan? Kalau kemudian kami beda kampus, bagaimana?

Kami memang tidak saling kenal sebelumnya. Mendengar nama Ariel pun tak pernah. Kami bertemu pertama kali saat sekolah mengadakan bazar amal di stadion. Kami ditugaskan pada stand yang sama: buku remaja dan umum.

Dari obrolan saat itu, Ariel ternyata sangat menyukai kisah petualangan lima sekawan, sama sepertiku.. Bedanya, aku memakai kacamata dan cowok jangkung itu tidak. 

Ariel juga punya keterampilan lain yang keren. Dia hobi utak-atik alat. Sepertinya nanti pun ia akan masuk jurusan teknik elektro. Wow!

Aku jadi ingat pendiri Marvell Technology Group, Bapak Sehat Sutardja, produsen semikonduktor terbesar ketiga di dunia yang mempekerjakan 5700 karyawan di berbagai negara untuk memproduksi 3,5 miliar cip (chip) per tahunnya. Bisa diduga berapa pendapatan dari hobi seperti itu, bukan? Keren!

"Hey, kok melamun trus senyum-senyum sendiri?" Ariel tiba-tiba sudah duduk di sisiku.

"Ah, engga. Aku lagi menikmati suasana malam di tempat seperti ini. Tenang, damai..."

"Oh, tentu!" sahutnya.

"Dan jangan khawatir kamu tidak bisa tidur karena banyak nyamuk. Cuaca cerah, angin tenang, nyamuk-nyamuk tidak akan tertiup ke lokasi perkemahan. Dan aku sudah menyiapkan persediaan kayu cukup banyak. Api unggun ini akan bertahan sampai besok pagi."

"Oya? Lama juga."

"Di dekat sini banyak ranting-ranting kering yang tidak pernah digunakan penduduk. Jadi jumlahnya cukup melimpah. Mereka semua menggunakan gas alam yang dialirkan langsung ke rumah-rumah. Praktis dan terjangkau..."

"Sok tahu kamu!" kataku sambil memanyunkan bibir.

Kata orang, cinta pertama sungguh indah. Benar, sih. Sekalipun ada banyak peserta dalam kegiatan ini, tetap saja aku merasa dunia milik berdua. Cie... ciee....!

"Luna, ini aku bawa roti isi daging kesukaanmu. Kamu satu, aku satu, yah..."

Aku menatap makanan favoritku. Biasanya kalau lagi jjs, kami mampir ke toko roti untuk membeli dua buah. Malah suap-suapan sama Ariel, hehe...

"Buat besok pagi aja ya, makannya. Barusan aku makan kripik nangka. Nih, masih ada," aku menyorongkan bungkus kripik yang isinya tinggal sedikit.

"Jadi anak tukang kripik itu, ngasih camilan ke kamu?" tanya Ariel dengan mimik tak suka. Aku mengangguk.

"Ada yang salah?" tanyaku.

Aku dan Yusuf, sekelas tiga tahun ini. Kalau kami jadi akrab, rasanya tak aneh. Lagi pula rumah kami searah. Jadinya ya sering pulang jalan kaki bareng. Maksudku bersama yang lain juga sih.

*

Kegiatan berkemah hanya berlangsung sehari. Sekitar pukul sembilan pagi kami sudah harus meninggalkan lokasi.

Ternyata aku salah. Meski terdengar penuh kebersamaan, nyatanya siswa dan siswi dikelompokkan secara terpisah. Aku dan Ariel hanya sekitar sejam bisa mengobrol berdua. Selanjutnya kami harus mengikuti rangkaian acara dari panitia.

"Luna, sudah siap?" 

Aku terkejut. Baru saja kami sarapan roti dan susu hangat berdua, Ariel sudah muncul lagi.

"Tunggu, aku kehilangan sesuatu," sahutku tanpa melihat ke arahnya.

"Apa?"

"Luna, gue duluan yaa. Cepetan loe, kita disuruh ngumpul. Bus sudah datang!" seloroh Vivi sambil menepuk bahuku.

Aku bertambah panik. Tadi saja aku tak ikut bersih-bersih lokasi, sibuk mencari handponeku yang tiba-tiba lenyap.

"Apa yang hilang? Biar aku bantu," Ariel menawarkan diri.

Kepulangan kita pagi itu, terpaksa molor dari jadwal. Semua peserta diberitahu dan dipersilahkan memeriksa, kalau-kalau barang kesayanganku yang penting untuk belajar daring itu, nyangkut di tas mereka, atau dimana saja.

"Bagaimana?" tanya Pak Andi, guru BP yang jadi ketua panitia.

"Nihil, Pak!" sahut guru mapel PJOK.

"Tapi saat anak-anak memadamkan sisa api unggun, mereka menemukan ini..."

Apa?? Samar-samar dan tak jelas, aku melihat benda yang diacungkan Pak Baharudin. Sepertinya bangkai ponsel yang telah gosong!

"Apa itu? Mirip ponsel terbakar yaa?" Pak Andi ternganga.

Tanpa menunggu lagi, aku langsung menyambar.

Seketika air mataku meleleh. "Apa ini handphone saya, Pak?"

Semua mata ikut terbelalak. Komentar-komentar mereka terdengar seperti gemuruh suara lebah.

"Siapa yang mempersiapkan api unggun semalam?" tanya Pak Andi beberapa saat kemudian. Suara-suara itu terhenti, lalu bergemuruh lagi.

"Saya Pak, dibantu teman-teman lainnya," kali ini Ariel yang maju ke dekat kami.

Pak Andi menatap Ariel penuh selidik. Ia seperti memikirkan sesuatu di kepalanya.

"Saya mengaku, Pak."

"Saya yang melemparkan handphone milik Luna ke tengah api unggun..."

Wah! "Kapan kejadiannya?" tanya Pak Andi.

"Sekitar jam empat, Pak. Setelah saya membuka galeri foto dan membaca chat di handphone Luna!"

Oh Tuhan... Aku tak percaya, Ariel tega membuang barang yang dibeli orang tuaku dengan susah payah secara keji seperti ini. 

"Tapi kenapa?" tanya guru BP itu heran.

"Saya kecewa melihat beberapa foto dan video Luna dengan anak penjual kripik nangka itu Pak!" 

Hah?

"Semalam mereka juga masih chattingan, padahal kan Luna sudah jadi pacar saya Pak..."

Haaahhh... "Karena itu??" kataku terbelalak dan syok.

Padahal aku mengira momen tadi malam akan berkesan seumur hidupku. Ariel adalah cinta pertama yang mengisi seluruh ruang hatiku. 

SELESAI

________________

Terima kasih pada Mbak Murniasih Santoso atas izin menggunakan foto "bara" sebagai ilustrasi cerpen ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun