"Mak.. " rupanya si bungsu Aisyah sudah terbangun juga.
"Mak bermimpi Kak Alin lagi? selidiknya.
Digenggamnya kedua tanganku, sambil bersandar manja. Dari wajahnya ia tak butuh jawaban, karena sudah hafal betul.
Alin memang mempunyai dua adik, Mesya dan Aisyah. Kalau dipikir-pikir mereka lebih membutuhkan perhatianku, sebenarnya. Karena kami satu rumah, dua puluh empat jam.
Tapi itulah hebatnya Alin, ia berhasil membawa serta separuh hatiku pergi. Dan setiap kali vc di hari sabtu, putriku itu selalu meyakinkan ia baik-baik saja. Dan memang begitulah yang tampak dari wajahnya. Sehat, ceria serta selalu penuh semangat.
Dalam doa-doa malamku, garis besar seperti itulah yang kumohonkan untuk anak-anakku. Seorang ibu, pasti meminta yang terbaik untuk anak-anak yang dicintainya.
Jujur, aku tak biasa membeda-bedakan ketiga putriku. Di masa kecilnya, kutanamkan pula prinsip kebersamaan dan kesetaraan dari contoh paling kecil sekalipun. Mengerjakan tugas membersihkan rumah, misalnya.
Alin, Mesya dan Aisyah mempunyai pembagian tugas yang rolling sebulan sekali, untuk mencegah iri cemburu  tentu.
"Mungkin Kak Alin sibuk..." seloroh Aisyah pelan, namun sanggup membuyarkan lamunanku.
"Iya Nak... ibu hanya rindu," kataku seraya membelai rambut hitamnya.
"Mak kepengen  masak nasi kuning kesukaan Kak Alin mu..."