Coba buka berita tiga bulan yang lalu. Danu, seorang pejabat di salah satu kementerian tewas diberondong peluru. Termasuk seorang ajudan dan supirnya. Itu Dedes yang melakukannya, atas pesanan seseorang. Semua dihabisi karena ia tak ingin ada saksi mata.
Setelah itu ia akan menemui Arok. Minum-minum kopi, saling cerita, dan bercinta. Mereka sepasang kekasih? Tidak. Memang begitu kebiasaan mereka. Bila salah satu mengajak bertemu, biasanya sudah menyelesaikan sebuah tugas. Selain itu, tanpa disadari mereka sedang menunjukkan siapa sebenarnya pembunuh nomer satu. Dan semacam ada kesepakatan tak tertulis, mereka tidak akan saling ganggu saat melaksanakan tugas masing-masing. Juga sepertinya mereka sedang berlomba.
Minggu ini Dedes mendapat order untuk memberi pelajaran kepada seorang lelaki hidung belang yang juga suka menganiaya istrinya. Minggu berikutnya terdengar seorang direktur sebuah BUMN tewas saat lari pagi; job Arok.
Hingga sampailah ...!
***
Sekali ini Arok mendapat klien agak aneh. Uang sudah ditransfer, tapi siapa menjadi target tidak diberi tahu. Ia hanya disuruh pergi ke sebuah kafe.
Tadi ia sudah memperhatikan situasi di luar. Sejarak sekitar lima ratus meter ada persimpangan. Mungkin sedikit terganggu dengan lampu merah kalau nanti ia kabur. Lihat nanti, apakah ia akan menerobos atau belok ke kanan ke arah perkampungan.
Kafe ini.
Tempat parkir yang cukup luas; ada tujuh mobil terparkir. Pun suasana dalam ruangan. Sekali sapu dengan pandangannya ia sudah bisa merekam dalam kepalanya.Â
Di pojok ada seorang perempuan muda menghadap laptop. Di pojok lain seseorang lelaki sedang menghirup kopinya. Sepasang lansia. Ada lagi seorang lelaki dengan pakaian kerja lengkap, jas, dan dasi yang seperti mencekik lehernya. Sepertinya kurang pantas ia memakai pakaian itu.
Empat orang pelayan, ruang barista di sana.