Arok begitu tenang, takada ketegangan pada dirinya. Ini pekerjaan kecil. Lalu ia memantik korek api gasnya, menghisap sebatang rokok. Menghirup kopi. Mm, tak lama, yakin tak sampai dua jam ia menunggu. Benar saja, terlihat Alex keluar dikerubuti wartawan. Terlihat Alex begitu percaya diri menjawab pertanyaan wartawan.
Mobilnya sudah menunggu. Mata Arok makin menyipit lewat lensa teropongnya.
Alex menghampiri mobilnya. Seseorang membukakan pintu. Badan Alex sedikit menunduk akan memasuki mobil.
Detik itu.
Arok menarik pelatuk. Bunyi yang teredam. Dalam sepersekian detik peluru melesat, membelah angin, dan Arok bersiul. Terlihat tubuh Alex  terjengkang.
Arok dengan tenang membereskan peralatannya. Seperti tak terjadi apa-apa ia keluar dari hotel. Ia masih sempat bergurau dengan resepsionis hotel saat pembayaran hotel. Ia selalu menggunakan uang tunai agar tak mudah terlacak. Kartu identitas? Ah, anak yang baru belajar IT pun bisa membuatnya.
Sebulan sebelumnya Arok sudah mengamati di mana letak CCTV, jadi ia sudah tahu badan dan wajahnya diarahkan agar tak tertangkap langsung oleh kamera.
Sekarang ia ingin bersenang-senang dengan, mm ... Dedes.
***
Dedes, dia.
Sama dengan dirinya, Dedes juga seorang pembunuh bayaran. Dia juga seorang penembak jitu. Bedanya, Dedes dalam mendekati korbannya sering menggunakan kecantikannya. Dan orang takkan menduga. Dedes kadang menggunakan racun. Tapi tak jarang ia membunuh dari jarak dekat. Ia juga tak pandang bulu, menyapu siapa saja yang menghalanginya.