"Enak, sih. Cuma yang ini lebih enak," Gendis masih tertawa. "Kalau Mama yang bikin mungkin lebih enak ya, Yah?"Â
"Ini memang Mama yang bikin."
"Ayah dari dulu ngomongnya begitu."
"Iya. Mama memang di sini!"
"Iya, di sini. Di hati Gendis, di hati Ayah. Paling itu lanjutannya," potong Gendis, suaranya seperti merajuk.Â
Di kamar Aliz terharu mendengar senda-gurau ayah dan anak itu. Ia taktahan.Â
"Nggak. Mama memang di sini, di rumah ini. Tuh...," Yudi menunjuk dengan dagunya.Â
Gendis sejenak terpana, matanya mengerjap-ngerjap. Ia memang sering video call dengan mamanya, juga sering melihat di TV, tapi kini...?Â
Tak menunggu berapa lama Gendis langsung menghambur, memeluk mamanya. "Mama." Hanya itu yang diucapkan Gendis.Â
Aliz sendiri merasakan bajunya basah. Ia pun larut dalam keharuan. Dipeluk serta diciuminya Gendis. Mereka saling melepas kerinduan.Â
"Ayo, kita sarapan bareng," ajak Aliz. Gendis menggelayut, tak mau melepaskan tangan mamanya.Â