"Kamu?"
"Hu-um. Dia... dia...," pipi Dinni memerah.Â
"Siapa?" perasaanku tak enak.Â
"Warkasa," menyebut itu pipi Dinni makin memerah.Â
Deg! Warkasa?!Â
"Dia..., dia nembak aku. Pagi tadi Warkasa menyatakan cinta ke aku.... Aku...!"
"Dia? Warkasa? Kamu marah? Kamu mencaci-maki dia? Kamu...?"
"Marah? Gila, apa? Aku seneng banget. Kamu tahu kan, aku seneng dengan puisi-puisinya, dan ini membuatku jatuh cinta. Rupanya dia juga udah lama memendam perasaan denganku. Dan tadi, tadi pagi," Dinni memejamkan matanya. Bibirnya tersenyum.Â
Kepalaku terasa seperti berputar, napasku sesak. Ini seperti ledakan, lebih menggelegar bila dibanding aku divonis dokter terjangkit virus Corona.Â
"Kamu seneng kan dengarnya? Kamu orang pertama yang aku kasih tahu."
Senang? Kepalaku berdenyut.Â