"Jangan!" saran pamannya. "Dia Direktur Keuangan. Bukan sekadar direktur, pengaruhnya lebih besar dibanding Pak Danu, Direktur Utama. Mbak Kasih adalah anak dari pemilik perusahaan ini. Dia memang tengah dipersiapkan untuk menggantikan Pak Danu.Â
"Jadi kubur saja angan-angan kamu. Mbak Kasih bukan kelasnya kita," pamannya tertawa pelan.Â
Hary sendiri memang tak ingin berharap terlalu jauh. Bisa bekerja saja ia sudah merasa bersyukur. Tapi keseharian Kasih memang membuat Hary memberi perhatian lebih.Â
Kasih yang selalu ramah kepada siapa saja, tak memposisikan bahwa ia adalah anak dari pemilik perusahaan, hingga semua karyawan senang sekaligus segan dengan dirinya. Kasih juga yang menyapa terlebih dahulu kepada Hary.Â
"Karyawan baru ya, Mas?" sapa Kasih.Â
"Ya, Bu."
"Siapa namanya?"
"Hary, Bu."
"Oo..., nggak usah manggil 'bu', panggil aja 'mbak''," Kasih tersenyum.Â
"Ya, Bu, eh..., Mbak...."
Kembali Kasih tersenyum.Â