"Jadi, apa rencana kamu?" akhirnya.Â
"Dina mau cari kerja aja dulu, sambil ngumpulin uang. Nggak apa-apa 'kan, Mak?"
"Ya, udah, kalau itu memang mau kamu," kata emaknya.Â
***
Dini hari.Â
Bu Halimah gelisah di tempat tidurnya. Ia merasa bersalah terhadap Dina, anak gadisnya, tapi sekaligus lega. Ia merasa bersalah, karena  Dina tak dapat melanjutkan sekolahnya.
Tapi di balik itu ia juga merasa lega, karena kegagalan itu bukan berasal dari dirinya. Dina terlambat untuk mendaftar. Ini peperangan batin yang aneh sekaligus menyedihkan.Â
Sebenarnya ia tak punya cukup uang menyekolahkan Dina lebih lanjut. Perhiasan yang ia perlihatkan kepada Dina adalah imitasi, jadi tak ada harganya.Â
Ia tak ingin mematahkan semangat Dina, tapi ia juga tak punya cukup uang untuk membiayai kuliah Dina. Maka ia berpura-pura mempunyai uang lewat penjualan perhiasan itu. Ini tindakan bodoh. Bagaimana kalau benar-benar Dina mendaftar, dan diterima. Tentu ia sendiri yang kalang-kabut, dan Dina sangat kecewa.Â
Bu Halimah merasa bersyukur, Tuhan memberi jalan yang lain. Dina terlambat mendaftar. Tapi Bu Halimah tetap merasa bersalah, karena telah membohongi anaknyaÂ
***