Akulah letih litak luluh lantak lunglai ringsek
virus penghantar encok sendi pegal linu demam pilek
vaksin antibodi imunisasi majenun asmara
tak kasat mata walau guna laksaan suryakanta
Akulah cuping hidung kelopak mata daun telinga
kesat lidah sensasi di ujung jemari meraba
denyut nadi debur jantung sengal napas
pheromon endokrin adrenalin insulin pankreas
Akulah kau yang kamu
Namun aku bukan sepertimu
Banda Aceh, 27 Mei 2009
Biasanya, jika orang ditanya tentang karyanya di masa lampau, dianya akan bergaya merendahkan diri dan hati. "Ah, bukan apa-apa. Membacanya sekarang malu saya jadinya. Waktu itu masih anak sekolah, satu SMA..."
Aku malu? Tidaaak! Ngapain malu? Tulisan, tulisan gue.
Oh, Anda tidak mengerti makna di balik kata-katanya?
Tenang. Aku pun tidak. Hanya Tuhan yang tahu segalanya.
***
Entah kesurupan arwah penyair siapa, tahun 1999, saat Sidang Umum di Paris, UNESCO menetapkan tanggal 21 Maret setiap tahunnya wajib dirayakan sebagai Hari Puisi Sedunia.
Bagooos! Jadi kami penyair punya hari untuk dirayakan. Apakah harus dengan lilin? Dulu, ya. Karena listrik sering padam. Padahal inspirasi sedang membanjir deras. Membara di dada setipis kertas.