"Mungkin kita akan berternak kambing. Setiap malam membuat suara yang aneh, kincir angin raksasa dari plastik."
"Menikmati apa yang alam berikan pada kita," kata pria itu.
Dia bisa merasakan tubuh perempuan itu bergetar dengan lembut.
"Maksudku, di mana kita sebenarnya setelah semuanya berakhir?"
"Kita akan pulang," katanya.
"Kamu tahu bukan itu maksudku."
Pria itu melepaskan pelukannya dan berbalik, menjauh beberapa langkah. Tangannya menempel di dahi.
"Apakah kita harus melakukan ini?" dia bertanya. "Apakah kita selalu harus datang ke sini?"
"Gurun pasir?"
Dia mencoba untuk menjawab, tapi tenggorokannya bagaikan berpasir. Maka dia diam saja. Matanya menatap garis kabur antara bumi dan langit.
"Aku bersumpah," pria itu akhirnya bersuara, "setiap kali kita mendekati kota, aku membayangkan ada tanda di batas kota yang bertuliskan Tetap Tersenyum atau Tengkorakmu akan Meledak. "