"Panas."
"Luar biasa."
"Pembawa sial."
Dia melengos dan berkacak pinggang. Seringai bibirnya mengkhianati kata-kata. Otot-otot pipinya berkedut. Dia berbalik membelakangi pria itu, menarik tangannya melingkari pinggangnya.
"Menurutku kita takkan diizinkan membangun kincir angin di sini, kecuali jika kita ingin menanam kincir modern pembangkit listrik, " kata pria itu. "Menurutmu?"
Diam. Mereka merenung dalam keheningan.
"Politisi sialan," kata pria itu.
Dia bisa merasakan tulang rusuknya bergetar saat perempuan di pelukan terkikik.
"Kota besar adalah mimpi buruk." Dia mengerang.
Pria itu membungkukkan kepalanya untuk mencium rambutnya.
"Semuanya sudah berakhir," kata pria itu.