Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hari Raya di Kampung Kami

3 Juni 2019   14:35 Diperbarui: 5 Juni 2019   16:03 1915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: ibtimes.co.in

Perlahan-lahan, kecurigaan gugur seperti daun kering. Orang-orang mulai menukar rasa takut dengan ambisi. Semua ingin meninggalkan kampung. Mereka ingin berlari cepat mendaki jalan keluar dari ketertinggalan.

Bahkan Mak Jupri tak pernah berkunjung lagi setelah dia mengetahui bahwa Israfil setiap pagi pergi ke rumah Namrud Itam untuk mencuci mobil Ketua Dewan. Keesokan harinya, kedua putranya datang ke sana dengan membawa setandan pisang dan sekarung singkong, tertawa gugup ketika mereka melaporkan kepada pembantu di rumah itu bahwa ibu mereka memaksa mereka berdua menggotong hasil kebun itu ke sana.

***

Sepuluh hari menjelang Lebaran, Imam Ustaz Rusam mengumumkan bahwa dia secara pribadi ditugaskan untuk merekomendasikan anak-anak yang akan dipilih oleh Namrud Itam. Setelah menyampaikan itu, dia melanjutkan khotbahnya seolah-olah tak tahu kegemparan yang disebabkannya di dada orang banyak.

Selesai salat tarawih, ibu terburu-buru ke ruangan takmir masjid untuk melihat apakah malam itu panitia sudah mulai menerima pembayaran zakat fitrah. Di sana telah mengantre sebelas ibu-ibu lain.

Maka ketegangan tumbuh pesat. Watak asli orang-orang muncul ke permukaan bagai jerawat remaja puber. Beberapa ibu-ibu berkelahi di pasar. Bahkan bapak-bapak mulai membocorkan rahasia-rahasia yang sebelumnya hanya beredar di kalangan terbatas.

Ramadan terakhir, aku sungguh-sungguh lelah lahir dan batin.

Liburan sekolah malah membuatku bosan. Aku sudah tak sabar lagi menunggu siapa yang akan dipilih Namrud Itam untuk mendapat beasiswa dan mengikutinya ke ibukota, supaya kami dapat melanjutkan kehidupan normal kami kembali.

Aku sudah terbiasa dengan gosip dan ketakutan, tapi kecemasan yang tiba-tiba dan perintah ibu untuk tidak lagi berteman dengan anak-anak Mak Jupri telah membunuhku.

***

Saat itu aku sedang di dapur membantu ibu saat dia mengomel bahwa kita tidak bisa mempercayai siapa pun, dan orang-orang yang kamu pikir temanmu dengan senang hati akan menginjakmu jika itu akan membuat mereka bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tiba-tiba saja, Mak Jupri menerobos masuk. Kata-kata muncrat berhamburan dari mulutnya, seolah-olah dia dan ibu tidak pernah bertengkar tiga minggu terakhir ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun